HAKIKAT IHSAN

"Engkau mengabdi kepada Allah, seakan-akan engkau melihat Dia. Kalau engkau tidak dapat melihat-Nya, yakinlah Dia pasti melihatmu." (HR. Muslim)

Terjemahan hadis di atas merupakan potongan terjemahan hadis tentang Islam, iman, ihsan, dan tanda-tanda datangnya hari kiamat yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Lengkapnya terjemahan hadis tersebut adalah sebagai berikut. ”Dari Umar radhiyallahu’anhu, beliau berkata : Pada suatu hari ketika kami duduk di dekat Rasulullah SAW., tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi SAW., lalu mendempetkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, kemudian berkata, "Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam." Kemudian Rasulullah SAW. menjawab, "Islam yaitu hendaklah engkau bersaksi tiada sesembahan yang hak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Hendaklah engkau mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadan, dan mengerjakan haji ke rumah Allah jika engkau mampu mengerjakannya." Orang itu berkata, "Engkau benar." Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Orang itu bertanya lagi, "Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman." Rasulullah SAW. menjawab, "Hendaklah engkau beriman kepada Allah, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk." Orang tadi berkata, "Engkau benar." Lalu orang itu bertanya lagi, "Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan." (Beliau) menjawab, "Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun, jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau." Orang itu berkata lagi, "Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat." Beliau menjawab, "Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya." Orang itu selanjutnya berkata, "Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya." Beliau menjawab, "Apabila budak melahirkan tuannya dan engkau melihat orang-orang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan." Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi SAW. bersabda, "Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu ?" Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Lalu beliau bersabda, "Dia itu adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian." (HR. Muslim)

Secara harfiah, ihsan merupakan bentuk masdar dari kata ahsana-yuhsinu-ihsan. Bentuk masdar ihsan ini sama dengan bentuk masdar kata Islam dan iman yang berasal dari kata aslama-yuslimu-islam dan amana-yuminu-iman. Secara istilah dan maknanya juga, ketiga kata ini sama yaitu sebagai pilar utama agama Islam. Begitu inti dari hadis tersebut. Apabila salah satunya hilang dari ketiga pilar ini, tidaklah bisa dikatakan Islam sebagai agama itu sempurna. Kesempurnaan Islam sebagai agama karena ketiga pilar ini. Islam sebagai pilar utama ajaran Islam dalam hal syariat (lahir). Iman sebagai pilar utama ajaran Islam dalam hal tauhid (batin). Dan ihsan sebagai pilar utama ajaran Islam dalam hal akhlak (moral) yang mencakup Islam dan iman. Begitu juga bagi pemeluknya, belum bisa dikatakan Muslim, Mukmin, dan Muhsin yang sempurna, apabila di antara ketiga pilar tersebut belum atau tidak ada padanya.

Turunan kata ihsan (kebaikan) bisa berbentuk hasan (baik), ahsan (lebih baik), hasanah (baik), dan muhsin (yang berbuat baik). Oleh karena itu, kata ihsan bisa berarti baik, kebaikan, kebajikan, atau orang yang berbuat baik.

Kalau begitu, apa bedanya dengan khayyr yang mempunyai arti sama dengan ihsan yaitu baik ?
Walaupun sama artinya yaitu baik, ihsan lebih halus kebaikannya, lebih berkualitas kebaikannya, dan lebih luas makna dan fungsinya. Hal ini sama dengan kata basyar dan insan yang mempunyai arti sama sebagai manusia. Akan tetapi, manusia yang paling bagus sikap dan tutur katanya, manusia yang berkualitas, manusia yang istikamah, dan luas pengetahuannya, itulah disebut insan. Akan tetapi, manusia yang bodoh, terbelakang, sempit pemikirannya, bahkan suka berbuat kerusakan, dia pantas disebut sebagai basyar bukan insan. Di dalam Alquran pun lebih banyak kata ihsan daripada khayyr. Begitu juga lebih banyak kata insan daripada kata basyar.

Ulama tasawuf seperti dikatakan al-Kaslani dalam Mu`jamul Istilahat As Sufiyah halaman 286 mengartikan kata ihsan ke dalam 2 (dua) pengertian.
  1. Pertama, ihsan merupakan pemahaman sebagaimana bunyi hadis di atas.
  2. Kedua, ihsan diartikan sebagai penglihatan diri Allah SWT. kepada hamba-Nya dan penglihatan diri hamba kepada Allah SWT. Hal ini dapat kita contohkan seperti sebuah cermin, di mana kita dapat melihat diri kita melalui cermin tersebut. Orang yang berbuat baik (muhsin) adalah orang yang dapat melihat Allah SWT., baik melalui zat (nanti di hari kiamat) maupun sifat-Nya, dan apabila tidak bisa melihat-Nya maka yakinlah Allah SWT. melihatnya. Dengan demikian, muraqabah yaitu perasaan diri diawasi oleh Allah SWT. dalam segala hal, merupakan hal penting dan utama untuk dilakukan oleh seorang sufi. Kenapa hal ini penting, karena muraqabah merupakan ihsan itu sendiri.
Almarhum Nurcholis Madjid (Cak Nur) dalam "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah", mengartikan ihsan sebagai ajaran tentang penghayatan pekat akan hadirnya Tuhan dalam hidup. Melalui penghayatan diri sebagai hamba yang sedang menghadap dan berada di depan hadirat-Nya ketika beribadah. Ihsan adalah pendidikan atau latihan untuk mencapai puncak kemanusiaan dalam arti sesungguhnya. Ihsan menjadi puncak tertinggi keagamaan manusia. Makna ihsan lebih meliputi daripada iman, dan karena itu, pelakunya adalah lebih khusus daripada pelaku iman, sebagaimana iman lebih meliputi daripada Islam sehingga pelaku iman lebih khusus daripada pelaku Islam.

Hakikat ihsan dapat berbeda-beda, sesuai dengan konteks pembicaraannya. Apabila dalam konteks pembicaraan ibadah, hakikat ihsan dalam ibadah seperti telah dijelaskan pada hadis di atas. Apabila dalam konteks pembicaraan muamalah dengan sesama, hakikat ihsan adalah menunaikan hak-hak sesama dan tidak menzaliminya. Karena wujud sesama berbeda-beda, bentuk ihsannya pun berbeda-beda sesuai dengan keadaannya masing-masing.

Allah SWT. telah mewajibkan agar berbuat ihsan (kebaikan) dalam setiap hal dan menjadikannya sebagai suatu prinsip dari beberapa prinsip yang diserukan-Nya sebagaimana firman Allah Swt. "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."

Dalam hal kesempurnaan ihsan, setidaknya ada 3 (tiga) hal yang harus dilakukan.
  1. Pertama, meyakini segala amal perbuatan yang dilakukan dapat bernilai ihsan apabila dilandasi dengan niat yang baik dan dilakukan dengan ikhlas.
  2. Kedua, senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah SWT. dalam setiap kegiatan yang dilakukan.
  3. Ketiga, melakukan musyahadah yaitu senantiasa memperhatikan sifat-sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktivitasnya dengan sifat-sifat tersebut. ***
[Ditulis oleh M. ZAENAL MUHYIDIN, Wakil Ketua PW LTN NU Jawa Barat dan Ketua Yayasan Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka. Serta disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Hari Jumat 16 April 2010 pada kolom "RENUNGAN JUMAT"]