Salah satu pertanyaan yang paling banyak dilontarkan kepada penulis, seputar masalah doa. Terlalu sering pertanyaan yang muncul merujuk kepada Al-Qur'an yang menyatakan  

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Waqala rabbukumu odAAoonee astajib lakum
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. (QS. Mu'minin: 60)

Pertanyaannya, mengapa saya sudah berdoa, tetapi banyak tidak dikabulkan? 

Sesungguhnya kalau kita menyatakan doa tidak terkabul menyalahi keinginan Allah karena semua doa kita pasti dikabulkan-Nya. Semua doa hamba Allah yang dinyatakan dengan tulus dan ikhlas akan dikabulkan-Nya

Sementara wujud terkabulnya doa itu bisa bermacam-macam yang kadang tak sesuai dengan keinginan kita. Doa yang dikabulkan Allah bisa jadi sesuai dengan keinginan hamba, tetapi proses terkabulnya doa memakan waktu sesuai dengan proses sunatullah (keinginan Allah). 

Selain itu, bisa juga Allah mengabulkan doa, tetapi dalam bentuk lain karena Allah jauh lebih mengetahui kebaikan bagi diri seseorang. Bisa jadi yang diminta oleh seseorang akan dapat mencelakakan yang bersangkutan. 

Doa yang terkabul dalam bentuk pahala yang akan diberikan kepada yang bersangkutan di akhirat nanti. Allah juga mengabulkan doa seseorang setelah mengalami proses ujian agar yang bersangkutan dapat meningkatkan kualitas kelas keimanannya. Terakhir, Allah mengabulkan doa setelah seseorang hamba menghilangkan sebab-sebab tidak dikabulkan doanya seperti makanan haram, dosa, dan kesalahan dalam berdoa. Tidak ada doa yang tidak terkabulkan oleh Allah, maka janganlah segan dan malu untuk berdoa
Salah satu waktu terbaik untuk berdoa pada saat shalat di sepertiga malam terakhir atau dikenal dengan shalat Tahajud. Ketika Rasulullah berada di tahun pertama kenabian menghadapi berbagai pelecehan bahkan fitnah, Allah SWT. menurunkan wahyu sebagai panduan menyikapi keadaan itu, di antaranya QS. Al-Muzzamil. Beberapa ayat dari surat tersebut berisi semacam panduan spiritual agar Nabi Muhammad tetap tangguh, istiqamah, dan mantap menjalankan tugas-tugasnya. 

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ
قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا
نِّصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا

Ya ayyuha almuzzammilu. Qumi allayla illa qaleelan. Nisfahu awi onqus minhu qaleelan. Aw zid AAalayhi warattili alqurana tarteelan. Inna sanulqee AAalayka qawlan thaqeelan. Inna nashiata allayli hiya ashaddu watan waaqwamu qeelan.

Wahai orang-orang yang berselimut, bangunlah shalat malam, separuh malam, atau kurangi sedikit atau lebih dan bacalah Al-Qur'an dengan tartil, maka aku akan berikan kepadamu qaulan tsaqilan (ucapan berbobot) dan sesungguhnya bangun di pengujung malam itu paling dalam kesannya untuk menumbuhkan iman dan memantapkan mental." (QS. Al Muzzamil: 1-6)

Ada dua janji yang Allah berikan setelah Nabi melakukan shalat malam dan membaca Al-Qur'an dengan tartil/tertib.
  • Pertama, qaulan tsaqilan (ucapan berbobot) yang sering diartikan sebagai kharisma bil kasyaf.
  • Kedua, tangguh dan mantap dalam menghadapi tantangan dan ujian. 
Sahabat Ibnu Abbas dalam tafsirnya menyatakan, setelah turunnya QS. Al-Muzzamil, Nabi Muhammad terus memelihara shalat malam sampai saat-saat menjelang wafat. Kepada umatnya, Nabi menyampaikan shalat malam itu merupakan shalat para nabi dan rasul Allah.

Shalat malam juga kebiasaan orang saleh dan amalan orang berprestasi. Beliau juga pernah memberikan resep spiritual terhadap keluarga yang menghadapi problema hidup.
"Bangunkan istrimu di pengujung malam dengan penuh kasih sayang. Bangunkan suamimu di pengujung malam dengan penuh kasih sayang," demikian ucapan Rasulullah.

Jika suami istri melakukan shalat malam dan mereka berdzikir memohon kepada Allah, maka Allah menyatakan,
"Aku malu kalau Aku tidak memenuhi doa mereka, Aku malu kalau Aku tidak mengabulkan munajat mereka."

Shalat malam juga dapat berfungsi sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Sahabat Abu Hurairah pernah bertanya kepada Rasulullah ketika melihat kaki beliau memar, bengkak, dan lecet-lecet parah. 

"Mengapa Anda shalat malam sampai kaki Anda lecet, bengkak, dan memar ya Rasulullah? Padahal, Anda adalah Rasulullah yang tak pernah berbuat dosa dan dijamin pasti masuk surga." Nabi pun menjawab,
"Apakah tidak pantas kalau saya mensyukuri segala anugerah Allah?"

Pada awal pembangunan masyarakat Madinah, Nabi Muhammad menyampaikan empat pesan moral kepada umat Islam. Di depan Percetakan Al-Qur'an di Madinah terpampang papan reklame besar yang berisi empat pesan moral Nabi tersebut. 

Nabi bersabda,
"Tebarkanlah salam, bangun keakraban, wujudkan kepedulian sosial, dan bangun shalat malam pada saat orang-orang sedang tidur."

Bukan hanya Nabi Muhammad yang melanggengkan shalat malam sampai menjelang wafatnya, tetapi Nabi Daud juga membiasakan shalat malam dengan cara tidur separuh malam dan bangun sepertiga malam. 

Kebiasaan Nabi Daud dilanjutkan Nabi Sulaiman yang memiliki kerajaan dan harta melimpah. Beberapa sahabat Nabi Muhammad sempat melakukan shalat malam dengan cara seperti Nabi Daud

Sementara Nabi Muhammad sendiri membiasakan shalat malam di akhir malam, separuh, atau sepertiga malam. Shalat malam merupakan sarana penghapus dosa, penenang hati, pembersih jiwa, dan pendekatan diri (takarub) yang paling efektif. 

Shalat ini juga menjadi obat segala macam kegundahan, kegelisahan, kesedihan, kemarahan, keterasingan, keputusasaan, dan problem-problem rohaniah lainnya. Ia adalah tiket untuk meraih surga dan kemuliaan di sisi Allah SWT.  

Wallahualam.*** 

[Ditulis oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, Ketua Yayasan Addakwah, dan Pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 22 Maret 2012 / 29 Rabiul Akhir 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"] 

by 
u-must-b-lucky
Sisa usia merupakan jatah umur kita yang tersisa. Pasalnya, jatah umur manusia hidup di dunia ini sudah ditentukan oleh Allah SWT.

Perputaran waktu menjadikan jatah umur manusia semakin berkurang daripada yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. 

Allah SWT. berfirman,

وَمَا يُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍ وَلَا يُنقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلَّا فِي كِتَابٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
wama yuAAammaru min muAAammarin wala yunqasu min AAumurihi illa fee kitabin inna thalika AAala Allahi yaseerun
Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. (QS. Fathir: 11)

Dalam firman Allah SWT. yang lain,

وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُم بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُم بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَىٰ أَجَلٌ مُّسَمًّى ۖ ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Wahuwa allathee yatawaffakum biallayli wayaAAlamu ma jarahtum bialnnahari thumma yabAAathukum feehi liyuqda ajalun musamman thumma ilayhi marjiAAukum thumma yunabbiokum bima kuntum taAAmaloona
Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. (QS. Al-An'am: 60)

Oleh karena itu, berapa pun usia kita saat ini, sesungguh kita sedang menjalani masa sisa usia kita di dunia. Perbedaannya adalah ada yang masih panjang sisa usianya, ada pula yang sudah hampir habis. Masalahnya, kita tidak mengetahui apakah sisa usia kita masih panjang atau sedikit lagi. Hanya Allah-lah yang tahu.

Untuk itu, bagi kita yang masih berumur muda jangan mengira bahwa sisa usia kita itu masih panjang, karena kematian tidak hanya menimpa pada orang yang berusia senja. Kita saksikan betapa banyak anak-anak yang sudah menemui ajalnya. Bahkan bayi yang masih dalam kandungan ibunya pun tidak luput dari kematian. Apalagi bagi kita yang sudah berusia senja, sungguh sisa usia kita semakin sedikit, dan semakin dekat dengan kematian.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Umur umatku antara 60 tahun sampai 70 tahun, sedikit sekali orang yang mencapai umur 70 tahun."

Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita menyadari bahwa hidup kita saat ini pada hakikatnya sedang menjalani sisa-sisa usia kita, sehingga tumbuh semangat pada diri kita untuk mengisi sisa usia dengan berbagai amal yang akan mengantarkan kita kepada keridhaan dan surga Allah SWT.
Keselamatan dan kecelakaan seseorang di akhirat sangat ditentukan dengan apa yang dilakukannya sewaktu hidup di dunia, terutama dalam sisa usianya. Bila kebaikan yang dilakukan, ia memperoleh husnul khotimah yang akan mendatangkan kebaikan baginya di akhirat. Sebaliknya bila di sisa usianya sampai kematian datang diisi dengan keburukan, ia termasuk orang yang su'ul khotimah yang akan menjadikan dirinya menderita.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Seorang hamba benar-benar melakukan perbuatan yang kelihatannya oleh manusia sebagai amal ahli surga padahal sebenarnya dia adalah ahli neraka, ada pula yang kelihatannya oleh manusia sebagai amal ahli neraka padahal sebenarnya dia adalah ahli surga. Sesungguhnya kepastian baik buruknya amal adalah pada akhir hayat." (HR. Bukhori)

Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
"Sesungguhnya ada seseorang yang dia beramal dengan amalan penghuni surga dalam jangka waktu lama tetapi di akhir hayatnya dia melakukan perbuatan penghuni neraka dan ada juga orang yang dahulunya berbuat dengan perbuatan penghuni neraka tetapi di akhir hidupnya berbuat dengan perbuatan penghuni surga." (HR. Muslim dan Ahmad)

Di dalam kitab Jaami'ul 'Uluumi wal hikam dikisahkan bahwa pada suatu ketika Imam Fudhail bin 'Iyad bertanya pada seorang lelaki, "Berapa tahun usiamu (sekarang)?" Lelaki itu menjawab, "Enam puluh tahun."

Fudhail bin 'Iyad berkata, "(Berarti) sejak enam puluh tahun (yang lalu) kamu menempuh perjalanan menuju Allah dan (mungkin saja) kamu hampir sampai."

Lelaki itu menjawab, "Sesunggunya kita ini milik Allah dan akan kembali kepada-Nya."

Fudhail pun berkata, "Apakah kamu paham ucapanmu? Kamu berkata aku (hamba) milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Barang siapa yang menyadari bahwa dia adalah hamba milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya dia mengetahui bahwa ia akan berdiri (di hadapan-Nya pada hari kiamat nanti), dan barang siapa mengetahui bahwa dia akan berdiri (di hadapan-Nya) maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan diminta pertangungjawaban (atas perbuatannya selama di dunia), dan barang siapa yang mengetahui bahwa dia akan diminta pertangungjawaban (atas perbuatannya selama di dunia), maka hendaknya dia mempersiapkan jawabannya."

Lelaki itu bertanya, "Bagaimana caranya?" Imam Fudhail bin 'lyadh berkata, "Engkau memperbaiki (diri) pada sisa umurmu (yang masih ada), maka Allah akan mengampuni (perbuatan dosamu) di masa lalu, karena jika kamu (tetap) berbuat buruk pada sisa umurmu (yang masih ada), kamu akan disiksa (pada hari kiamat) karena (perbuatan dosamu) di masa lalu dan pada sisa umurmu." (dinukil oleh Imam Ibnu Rajab dalam kitab Jaami'ul 'Uluumi wal hikam, hal. 464)

Oleh karena itu, marilah kita pergunakan sisa usia kita ini untuk bersegera melakukan berbagai amal kebaikan baik yang bersifat vertikal (ibadah mahdhoh) maupun yang bersifat horizontal (ibadah ghoir mahdoh), dan bersegera bertobat kepada Allah SWT. atas semua dosa-dosa yang pernah kita lakukan karena boleh jadi sisa usia kita akan segera berakhir.

Allah SWT. berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
WasariAAoo ila maghfiratin min rabbikum wajannatin AAarduha alssamawatu waalardu oAAiddat lilmuttaqeena
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali-Imran: 133)

Dari Ibnu Umar RA. beliau berkata, "Rasulullah SAW. pernah memegang kedua pundaknya seraya bersabda, "Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir."

Ibnu Umar berkata, "Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore hari. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati." (HR. Bukhori)

Akhirnya, kita bermohon kepada Allah SWT. agar kita semua diwafatkan oleh Allah SWT. dalam keadaan husnul khatimah, mendapatkan nikmat kubur, dan di akhirat dimasukkan ke dalam surga-Nya

Amin. 

Wallahu'alam.***

[Ditulis oleh MOCH. HISYAM, alumnus Pondok Pesantren KH. Zaenal Musthafa, Sukamanah, Singaparna, Tasikmalaya. Alumnus LAIC Cipasung Singaparna, Tasikmalaya, tinggal di Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Wage) 16 Maret 2012 / 23 Rabiul Akhir 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Meski bulan Maulid (Rabiul Awwal) sudah melintas, tak salah apabila kita mengenang kembali sejarah perjuangan nabi dan berkaca kepada reformasi Rasulullah SAW. dalam menata masyarakat. Sebuah reformasi yang tercatat dalam sejarah sebagai paling berhasil mengubah masyarakat tertinggal (jahiliyah) menjadi masyarakat maju dan beradab.

Sementara di Indonesia, 13 tahun reformasi telah bergulir di saat bangsa Indonesia mengalami runtuhnya nilai-nilai demokrasi, terjadi penyimpangan-penyimpangan dan tidak menentunya kepastian hukum dan keadilan di mata masyarakat. Namun reformasi sekalipun telah berlangsung cukup lama, tidak menunjukkan perubahan signifikan terhadap perilaku para pemimpin bangsa ini. Indikasinya dapat dilihat dari para pemimpin yang tidak memiliki sense of crisis (tidak ada keprihatinan) terhadap rakyatnya, tidak punya rasa malu melakukan korupsi mengambil uang rakyat dengan jalan batil.

Sosok Rasulullah SAW. tampil bukan hanya sebagai pemimpin agama tetapi sebagai pemimpin bangsa, negarawan, pejuang, murabbi (pendidik), dan reformis andal. Sebagai negarawan, Nabi tergolong orang yang menerapkan dan melaksanakan tatanan penyelenggaraan negara yang bersih (clean government) dan pemerintahan yang baik (good governance).

Dalam semua posisi dan statusnya, beliau selalu mencerminkan perilaku indah dalam kehidupan manusia, sebagaimana sabdanya,
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."

Al-Qur'an menegaskan pribadi Rasulullah sebagai suri teladan bagi semua manusia. Sesuai firman Allah SWT.,

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Laqad kana lakum fee rasooli Allahi oswatun hasanatun liman kana yarjoo Allaha waalyawma alakhira wathakara Allaha katheeran
Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik. (QS. Al-Ahzab: 21)

Rasulullah SAW. secara konsisten memberikan contoh baik dalam perkataan dan perbuatan. Hal ini merupakan nilai substantif reformasi yang dijalankan. Oleh karena itu, reformasi bukan hanya mengganti orang atau rezim tetapi berubahnya perilaku orang tersebut dari perbuatan buruk kepada perbuatan baik.

Reformasi adalah mengubah pola berpikir, tingkah laku, pola kebijakan, dan sikap mental. Makna reformasi pada hakikatnya adalah gerakan yang memformat ulang, menata kembali hal-hal menyimpang dalam sikap mental, perilaku, dan sistem untuk dikembalikan pada bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan. Sebagai contoh sahabat Umar bin Khattab, sebelum masuk Islam adalah sosok yang kejam dan kasar tetapi setelah masuk Islam, berbalik 180 derajat menjadi seorang yang berakhlak mulia, penuh kasih, lembut, tawadu, dan rendah hati.

Demikian pula Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Zubair bin Awwam, dan Hamzah ketika sebelum Islam, mereka sosok yang kejam dan bengis, tetapi setelah masuk Islam, mereka menjadi sosok yang lembut dan kasih sayang.

Dalam konsep Islam, manifestasi reformasi yang substantif dan integral agar menjadi masyarakat, bangsa, dan negara yang adil dan sejahtera (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur) perlu memperhatikan prinsip perubahan komprehenshif, elementer, dan simultan.
  • Pertama, ishlahul 'aqidah (reformasi akidah). Segala sesuatu yang berbau kemusyrikan diberantas sampai tuntas. Sebelum Islam datang di Indonesia, masyarakatnya menganut faham animisme dinamisme. Namun saat ini berhala-berhala yang disembah manusia bukanlah patung-patung melainkan penghambaan kepada pangkat, jabatan, harta yang dianggap segalanya.
  • Kedua, ishlahul 'ibadah (reformasi ibadah). Reformasi ini bukan hanya gugur kewajiban agama, seperti shalat, tetapi mampu memotivasi terjadinya perubahan perilaku menjadi baik sebagai implementasi ibadah yang dilakukan. Ibadah harus berdampak kepada perkataan dan perbuatan sehari-hari.
  • Ketiga, ishlahus siyasah (reformasi politik). Sebelum Rasulullah, tatanan politik tak ubahnya seperti hukum rimba, siapa yang kuat, dialah yang berkuasa. Islam datang mengubah tatanan politik dan mengembalikannya kepada tujuan benar dan mulia.
  • Keempat, ishlahul ijtimaiyah (reformasi masyarakat). Masyarakat pada zaman jahiliyah tidak memperhatikan norma, susila, dan moral. Mereka bebas melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Rasululullah mengubah manusia dari sikap amoral menjadi bermoral dan berbudi pekerti baik,
  • Kelima, ishlahul iqtishadiyah (reformasi ekonomi). Jika jual-beli zaman jahiliyah tidak ada batasan keuntungan yang ditoleransi. Ekonomi saat itu tidak memiliki aturan jelas. Praktik riba merajalela. Mengurangi timbangan dan takaran dalam praktik jual-beli menjadi hal biasa. Rasulullah mengubah ekonomi ala zaman jahiliyah kepada ekonomi kerakyatan dengan meletakkan prinsip-prinsip kejujuran. Ekonomi Islam lebih memperhatikan kemaslahatan umum bukan kepentingan sendiri atau golongan.
  • Keenam, ishlahul hukmi wal hukumah (reformasi hukum dan pemerintahan). Penegakan hukum bukan hanya untuk rakyat, tetapi untuk semua orang dan golongan. Siapa pun yang bersalah harus ditindak sesuai hukum yang berlaku.
  • Ketujuh, ishlahu mihnatun nisaa (reformasi kedudukan wanita). Sebelum Islam datang, bukan rahasia lagi apabila wanita dijadikan sebagai obyek seksualitas. Harkat dan martabat wanita dianggap rendah dan hina karena menjadi beban dalam keluarga. Islam mengangkat kedudukan wanita sejajar dengan laki-laki. Wanita diberikan porsi untuk berkembang dan bersosialisasi. Bahkan diberikan keleluasaan dalam hak berpendapat dan berkarya.
Semoga reformasi Indonesia kembali ke jalur yang benar layaknya reformasi ala Rasulullah.***

[Ditulis oleh HABIB SYARIEF MUHAMMAD AL'AYDRUS, Ketua Yayasan Assalaam dan mantan ketua PW NU Jabar. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 15 Maret 2012 / 22 Rabiul Akhir 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky
Bunga kehidupan dunia seperti harta kekayaan, jangan sampai mempesona diri kita sehingga terbuai dengan keindahan yang menyebabkan lupa meraih karunia Allah yang lebih baik dan lebih kekal. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. yang melarang kita agar tidak terpesona oleh bunga kehidupan dunia. Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an Surat Thaahaa ayat 131,  

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَ

Wala tamuddanna AAaynayka ila ma mattaAAna bihi azwajan minhum zahrata alhayati alddunya linaftinahum feehi warizqu rabbika khayrun waabqa
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka. Sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan, karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.

Orang yang terpesona dan teperdaya oleh bunga kehidupan dunia akan menjadikan dirinya menjadi orang yang rakus terhadap dunia, tidak akan merasa cukup dengan yang telah didapatkannya. 

Rasulullah SAW. bersabda,
"Andaikata seorang anak Adam (manusia) mempunyai satu lembah emas, pasti ia ingin mempunyai dua lembah. Dan tiada yang dapat menutup mulutnya (tidak ada yang dapat menghentikan kerakusannya kepada dunia) kecuali tanah (maut). Dan Allah berkenan memberi tobat pada siapa saja yang bertobat." (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang yang yang sudah teperdaya oleh bunga kehidupan dunia akan menjadikan dirinya hidup bermegah-megahan dan kikir terhadap hartanya. Allah SWT. berfirman,  

وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ

Wainnahu lihubbi alkhayri lashadeedun
Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. (QS. Al-A'diyat: 8)

Bunga kehidupan merupakan hiasan kehidupan dunia semata. Tidak ubahnya laksana sekuntum bunga yang sedang mekar yang menarik perhatian orang yang memandangnya. Namun, keindahan bunga itu tidak berlangsung lama. Perlahan bunga itu akan layu, lalu redup dan akhirnya gugur ke bumi sebagai sampah.

Demikian pula dengan bunga kehidupan dunia yang dimiliki manusia. Memang ia dapat memberikan kesenangan kepada pemiliknya. Namun hal itu bersifat sementara, hanya di dunia.

Bunga-bunga kehidupan dunia itu akan pudar, berakhir, rusak, binasa dalam peredaran ruang dan waktu. Malah akhirnya bunga kehidupan itu meninggalkannya atau ditinggalkan olehnya. Itulah kenyataan dunia ini di luar daripada beribadah kepada Allah SWT. 

Allah SWT. berfirman,

وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُّقْتَدِرًا

Waidrib lahum mathala alhayati alddunya kamain anzalnahu mina alssamai faikhtalata bihi nabatu alardi faasbaha hasheeman tathroohu alrriyahu wakana Allahu AAala kulli shayin muqtadiran
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

Almalu waalbanoona zeenatu alhayati alddunya waalbaqiyatu alssalihatu khayrun AAinda rabbika thawaban wakhayrun amalan
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik, pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al-Kahfi: 45-46)

Rasulullah SAW. bersabda,
"Bagiku dunia tidak lain hanyalah laksana seorang pengembara yang beristirahat di bawah sebatang pohon kemudian beranjak meninggalkannya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Sesungguhnya Allah SWT. tidak melarang hamba-Nya untuk memiliki bunga-bunga kehidupan dunia, seperti memiliki harta kekayaan yang banyak karena naluri manusia menyukai hal-hal demikian. Allah SWT. berfirman,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَ‌ٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Zuyyina lilnnasi hubbu alshshahawati mina alnnisai waalbaneena waalqanateeri almuqantarati mina alththahabi waalfiddati waalkhayli almusawwamati waalanAAami waalharthi thalika mataAAu alhayati alddunya waAllahu AAindahu husnu almaabi
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali-Imran: 14)

Bahkan perhiasan dunia ini sesungguhnya diperuntukkan bagi orang-orang beriman. Sebagai firman Allah SWT. dalam Al-Qur'an Surat Al-a'raf ayat 32,

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ كَذَ‌ٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Qul man harrama zeenata Allahi allatee akhraja liAAibadihi waalttayyibati mina alrrizqi qul hiya lillatheena amanoo fee alhayati alddunya khalisatan yawma alqiyamati kathalika nufassilu alayati liqawmin yaAAlamoona
Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah, "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.

Akan tetapi, yang dilarang oleh Allah SWT. itu adalah menjadikan bunga-bunga kehidupan sebagai rujuan hidup kita, sehingga kita sibuk dengannya bahkan menjadi budak dari bunga kehidupan dunia, dan melupakan ketaatan kepada Allah SWT. 

Allah SWT. berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَّا يَجْزِي وَالِدٌ عَن وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَن وَالِدِهِ شَيْئًا ۚ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ

Ya ayyuha alnnasu ittaqoo rabbakum waikhshaw yawman la yajzee walidun AAan waladihi wala mawloodun huwa jazin AAan walidihi shayan inna waAAda Allahi haqqun fala taghurrannakumu alhayatu alddunya wala yaghurrannakum biAllahi algharooru
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah. (QS. Luqman: 33)

Di kehidupan akhir zaman ini rayuan dan pesona bunga kehidupan dunia begitu menggiurkan dan mempesona kaum Muslimin. Tidak sedikit orang yang terpukau oleh keindahannya dan termakan oleh rayuan pesona bunga kehidupan dunia.

Keterpesonaan terhadap bunga kehidupan dunia muncul ketika ada ketertarikan pada diri manusia kepada kemewahan dan kesenangan dunia. Juga muncul ketika manusia tidak ridha, tidak qanaah, dan tidak mensyukuri terhadap yang telah diberikan oleh Allah SWT. kepadanya.

Untuk itu, hendaknya kita menyadari dan meyakini bahwa bunga kehidupan dunia merupakan ujian dari Allah SWT., bukan tujuan dari hidup kita agar kita tidak teperdaya dan tenggelam oleh pesona keindahan bunga kehidupan dunia. Selain itu, hendaknya kita mensyukuri berbagai nikmat yang telah Allah berikan kepada kita dan selalu melihat terhadap orang yang berada di bawah kita.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Jika seorang dari kalian melihat orang lain yang diberi kelebihan dalam harta dan ketampanan, hendaklah ia melihat orang yang di bawahnya." (HR. Muslim)

Begitu juga, hendaknya kita memfokuskan diri terhadap hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi akhirat. Orang yang berusaha mencari kebaikan akhirat, maka dunia pun akan tunduk kepada kita dan kita terjauh dari hubuddunya (cinta dunia).

Rasulullah SAW. bersabda,
"Siapa saja yang niatnya mencari akhirat maka Allah akan menyelesaikan semua persoalannya, dan menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia pun akan datang kepadanya dengan menunduk." (HR. Ibnu Majah)

Wallahu 'alam. ***

[Ditulis oleh H. MOCH HISYAM, alumnus Pondok Pesantren KH. Zaenal Musthafa Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, alumnus IAIC Cipasung Singaparna Tasikmalaya, tinggal di Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 9 Maret 2012 / 16 Rabiul Akhir 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"] 

by 
 u-must-b-lucky
Apakah seseorang berbohong demi untuk pencitraan dirinya? Apakah dengan memajang fotonya di mana-mana bisa meningkatkan pencitraan? Bagaimana tasawuf dan filsafat pendidikan memandang masalah pencitraan diri ini?

Berbagai pertanyaan itu muncul saat penulis merenung. Kegundahan penulis karena akhir-akhir ini dikenal istilah pencitraan, hingga kemudian juga muncul istilah politik pencitraan. Citra juga disebut kesan, pendapat, penilaian yang diberikan terhadap orang, sekelompok orang, organisasi, atau bahkan negara. Pasti semua orang menyukai dicitrakan sebagai orang baik, atau berpribadi unggul. Orang yang memiliki citra baik akan diuntungkan dalam banyak hal. 

Bagi sebagian orang apalagi yang berpolitik, membangun citra diri menjadi penting. Berapa pun besarnya dana yang harus dikeluarkan, asalkan masih terjangkau, akan dibayar. Dengan menggunakan kalkulasi pedagang, uang yang dibayarkan pada suatu saat akan kembali. Bahkan, ada anggapan dengan citra baik, akan banyak hal yang bisa dijual hingga mendatangkan uang kembalian. 

Untuk pencitraan ini bisa melalui penampilan yang mantap. Jenis pakaiannya harus terpilih dan demikian pula potongannya. Penampilan harus memberi kesan tersendiri dan terlihat anggun dan berwibawa. 

Citra diri juga dengan membubuhkan gelar akademik di depan atau belakang namanya. Gelar akademik dianggap sebagai bagian dari citra diri bahkan kerap didapat dengan cara-cara yang menyalahi norma-norma akademik itu sendiri. 

Disadari atau tidak, politik pencitraan mengandung unsur ria (pamer), sombong minimal sum'ah (merasa diri paling baik), ingin dipuji dan disanjung, dan "mematut-matutkan" diri sebagai orang yang paling baik, paling benar, dan paling unggul. Bahkan, tak jarang agar citra dirinya naik dengan merendahkan orang atau organisasi lainnya. 

Muara dari pencitraan diri salah satunya untuk mendapatkan jabatan karena dalam jabatan itu diduga keras berkaitan dengan fasilitas maupun kewenangan yang melekat. Padahal, jabatan merupakan tugas dan amanah harus diterima dan ditunaikan dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab yang kokoh. Amanah bukan dikejar, apalagi diminta-minta. Amanah dan jabatan menuntut seorang pemimpin/pejabat untuk berani menderita. 

Nabi Muhammad SAW. bersabda,
"Ingatlah, setiap orang di antara kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang amir (pemimpin masyarakat) yang berkuasa atas manusia adalah pemimpin, dan ia akan ditanya tentang rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Lebih dari itu, bahaya pencitraan diri yang berlebihan akan terasa oleh anak-anak dan generasi muda yang akan menjadi pemimpin di masa depan. Syekh Mushthafa al-Gulayani menyatakan, "Pemuda-pemuda masa sekarang adalah (calon) bapak-bapak pada masa yang akan datang dan pemudi-pemudi di masa sekarang adalah (calon) ibu-ibu masa yang akan datang." Sementara itu, sebuah syair mengatakan, "Sesungguhnya pada tangan pemuda-pemudalah urusan umat dan pada gerak-derap kaki mereka kemajuannya." 

Ajaran Islam menekankan pentingnya pendidikan akhlak atau karakter seperti sabda Nabi Muhammad SAW.,
"Aku tidak diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak."

Sesungguhnya dalam pendidikan karakter yang setahun terakhir ini baru disadari pemerintah dan mulai digencarkan mengandung konsekuensi adanya keteladanan, motivasi, pembiasaan (riyadah), dan prasyarat lingkungan yang mendukungnya. 

Politik pencitraan yang dilakukan para pemimpin tentu tidak sesuai dengan pendidikan karakter yang sedang dibangun. Anak-anak dan generasi muda dengan terpaan media massa tentu akan melihat dan selanjutnya meniru apa-apa yang dikatakan dan dilakukan para pemimpinnya. Tentu hal ini membahayakan bagi keberlangsungan pendidikan generasi mendatang. 

Jangan sampai sesuatu yang salah, buruk, dan tak sesuai dengan ajaran agama malah dianggap hal biasa bahkan wajar dilakukan. Jangan sampai nantinya muncul istilah "salah kaprah, benar tidak lumrah". Sesuatu yang salah kaprah dan banyak dikerjakan sehingga akhirnya dijadikan sebuah kewajaran dan rujukan, sedangkan hal-hal yang berbau kebenaran malah dianggap asing. 

Nabi Muhammad SAW. sendiri menyitir Islam sebagai agama yang asing pada awalnya lalu akan menjadi asing kembali. Janganlah kita meninggalkan generasi mendatang yang lebih lemah, lebih buruk, dan lebih jelek teratama akhlaknya karena orang-orang tua tidak memberikan keteladanan yang baik. 

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Walyakhsha allatheena law tarakoo min khalfihim thurriyyatan diAAafan khafoo AAalayhim falyattaqoo Allaha walyaqooloo qawlan sadeedan

"Dan hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka." (QS. An-Nisa: 9)

Terakhir, pemimpin bukanlah profesi yang dicari melainkan akibat kepercayaan dari masyarakat karena ia memiliki rekam jejak (track record) yang baik dan dapat dipercaya sehingga diangkat menjadi pemimpin. Membangun kepercayaan harus dengan keteladan dan akhlak terpuji bukan dengan cara instan seperti memasang spanduk dan baliho di mana-mana.  

Wallahu a'lam.*** 

[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Manis) 8 Maret 2012 / 15 Rabiul Akhir 1433 H pada Kolom "CIKARACAK"] 

by 
u-must-b-lucky
Setan tak akan bosan menggoda manusia agar menjadi temannya dalam menjalankan larangan Allah dan menjauhi, melalaikan, atau bahkan menentang segala perintah-Nya. Setan menggoda manusia, baik ketika manusia dalam keadaan diam maupun beraktivitas, baik ketika dalam keadaan sendiri maupun berkelompok. Hal itu karena iblis telah memproklamasikan diri untuk selalu menggoda dan menghasut manusia agar berada dalam kesesatan.

Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-A'raf ayat 16-18

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ
ثُمَّ لَآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
قَالَ اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُومًا مَّدْحُورًا ۖ لَّمَن تَبِعَكَ مِنْهُمْ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنكُمْ أَجْمَعِينَ
Iblis menjawab, 'Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka (Adam dan anak cucunya) dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).' Allah berfirman, 'Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barang siapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya.


Untuk menghindari dan menolak godaan atau hasutan setan, salah satunya dengan selalu ingat kepada Allah SWT., merasa selalu berada dalam pengawasan-Nya. Dengan adanya rasa diawasi oleh Yang Maha tersebut, ia akan tercegah dari bisikan, godaan, dan hasutan setan (agar berbuat maksiat dan melalaikan perintah-Nya).

Berkaitan dengan pengawasan, di dalam agama (Islam) dinamai muroqobah. Secara harfiah muroqobah dapat diartikan sebagai mengawasi atau mengintai. Sementara itu muroqobah menurut Imam Al-Qusyairi dalam "Arrisalah Al-Qusyairiyyah" mengartikan, muroqobah adalah seorang hamba mengetahui sepenuhnya bahwa Tuhan selalu melihatnya. Adapun menurut Imam Abdul Aziz Ad-Darainy menyebutkan, muroqobah adalah mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mendengar, mengetahui, dan melihat. Dari definisi-definisi di atas, dapat ditarik simpulan, muroqobah adalah keadaan yang meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah selalu melihat dan mengawasi manusia. Satu keyakinan ini, tentu harus menancap dan mendarah daging dalam lubuk hati.

Dengan kesadaran muroqobah yang kuat, seseorang tidak akan berani berbuat kesalahan atau melanggar hukum Allah SWT. karena ia yakin, seluruh amalnya akan dicatat oleh Malaikat Raqib dan Atid. Demikian pula seseorang tidak akan berleha-leha atau melalaikan terhadap perintah Allah SWT. karena semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan kelak di hari Kiamat.

Berkaitan dengan hal itu, Allah SWT. berfirman di dalam Al-Qur'an Surat Qaf ayat 16-18,

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ
مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.


Dalam sebuah riwayat yang diceritakan oleh sahabat Rasul yang bernama Abdullah bin Dinar bahwa Umar bin Khattab bermaksud menguji keteguhan iman seorang pemuda. Abdullah bin Dinar berkata, "Aku keluar bersama Umar bin Khattab menuju Mekah. Ketika istirahat di suatu jalan, lewatlah seorang penggembala (turun) dari gunung ke hadapan kami. Umar berkata, "Wahai pengembala, juallah (olehmu padaku) seekor (kambing dari kambing-kambing ini) kepada kami! Penggembala itu berkata bahwa dirinya hanyalah seorang hamba sahaya. Umar pun berkata lagi kepadanya, 'Katakanlah kepada majikanmu bahwa serigala telah memakan kambing-kambing itu.' Ia berkata, 'Jika demikian, di manakah Allah?' Maka Umar terharu (takjub atas sifat muroqobah penggembala tersebut) dan ia menemui majikan penggembala itu, lalu Umar membelinya dan memerdekakannya. Umar mengatakan pada pengembala tersebut, 'Kamu telah dimerdekakan di dunia ini oleh ucapanmu dan semoga ucapan itu bisa memerdekakanmu di akhirat kelak." (Minhaj Al Muslim 79).

Sungguh luar biasa seseorang yang telah mampu menghadirkan Allah yang selalu mengawasi dirinya di mana pun ia berada. Dari keteguhan tersebut, seseorang akan mendapat keberuntungan yang sejati dari Allah SWT., salah satunya sebagaimana yang dialami oleh seorang pemuda dalam riwayat di atas.

Pada dasarnya, memang tak ada ruang dan waktu yang lepas dari pengawasan-Nya. Hal itu sebagaimana di dalam sebuah hikayat yang terdapat di dalam kitab Ihya Ulumuddin jilid 4 halaman 397.

Diceritakan dalam kitab tersebut, seorang guru berkata kepada murid-muridnya agar menyembelih burung di tempat yang tidak bisa dilihat oleh siapa pun. Kemudian selang beberapa waktu, murid-muridnya kembali kepada gurunya sambil membawa burung yang telah disembelih. Namun, terdapat seorang pemuda yang pulang dengan membawa seekor burung yang masih hidup di tangannya. Maka ia (gurunya) berkata, "Kenapa kamu tidak menyembelihnya sebagaimana teman-temanmu?" Ia menjawab, "Aku tidak mendapat tempat di mana aku tidak dapat dilihat oleh siapa pun karena Allah selalu melihatku di setiap tempat." Pemuda tersebut membuktikan bahwa dirinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT.

Apabila telah muroqobah, ia akan berusaha menjalani hidup ini dengan penuh ketaatan kepada Allah SWT. Ketika melaksanakan ketaatan terhadap Allah SWT., akan disertai rasa tulus karena Allah. Apabila melakukan kedurhakaan, akan segera kembali kepada Allah dengan jalan bertobat, menyesal, dan menghentikan perbuatan durhaka tersebut. Apabila mendapatkan nikmat, dia mensyukurinya. Apabila terkena musibah, ia selalu bersabar.*** 

[Ditulis oleh ASEP JUANDA, Ketua DKM At-Taqwa dan staf pengajar di lingkungan Yayasan Pondok Pesantren Darul Falah, Kec. Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 2 Maret 2011 / 9 Rabiul Awal 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"] 

by 
u-must-b-lucky
Apabila uang Rp 100.000 dibelanjakan Rp. 50.000, menyisakan berapa? Matematika manusia pasti menyebutkan tinggal setengahnya alias Rp. 50.000. Bagaimana kalau dikeluarkan untuk zakat, infak, dan sedekah (ZIS)? Tetap saja pemikiran manusia uang itu akan berkurang. Padahal dalam kacamata Islam, harta yang dikeluarkan untuk ZIS malah bertambah bahkan berlipat-lipat bukan malah berkurang. Karena memandang harta yang dizakatkan akan berkurang, sehingga kesadaran kaum Muslimin membayar ZIS masih rendah. 

Kewajiban membayar zakat hingga saat ini masih sangat perlu disosialisasikan karena di kalangan umat Islam, semangat membayar zakat ini masih kalah dengan semangat shalat, puasa, bahkan, umrah dan haji. Padahal dalam Al-Qur'an, perintah zakat hampir selalu digandengkan dengan perintah shalat (waaqimusshalat waatuzzakat). Allah memerintahkan shalat dan zakat serta Allah memuji orang-orang yang shalat sekaligus memuji orang-orang yang zakat lebih dari 80 kali disebutkan dalam Al-Qur'an

Digandengkannya perintah mengeluarkan zakat dan menegakkan shalat menunjukkan urgensi kedua kewajiban itu sejajar atau setara. Abu Bakar yang sifatnya lemah lembut sekalipun bersikap keras terhadap kasus umat Islam yang melaksanakan shalat, tetapi tidak mau zakat. Sampai-sampai Abu Bakar mengeluarkan pernyataan, "Demi Allah! Saya akan berperang dengan orang yang rajin shalat tetapi enggan membayar zakat!" Kemudian diangkatlah panglima perang berusia muda, Usamah.

Al-Qur'an juga bersikap tegas mengenai zakat ini. Allah memerintahkan, khud min amwaalihim atau ambillah dari harta-harta mereka. Perintah tersebut ditujukan kepada para penguasa Muslim untuk turut campur supaya umat Islam yang telah wajib zakat mengeluarkan zakatnya secara ikhlas maupun terpaksa.

Allah SWT. berfirman dalam sebuah hadits qudsi, "Anfiq, unfiq!" Infakkan hartamu, keluarkan zakatmu dan Allah yang akan menggantinya. Barang siapa yang membuka keran rezeki untuk kepentingan agama dan kemanusiaan, Allah yang akan membukakan keran rezeki yang lebih besar.

Kita harus ubah persepsi umat Islam yang masih meyakini mengeluarkan harta untuk ZIS ini sama dengan mengurangi harta sebagaimana pengeluaran lainnya. Padahal dengan ZIS apalagi jika dioptimalkan, akan memberikan dampak luar biasa baik bagi umat Islam yang mengeluarkan maupun penerimanya.

Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah serta suci. Dengan pengertian zakat, harta umat malah akan bertambah dan terus berkembang. Harta juga menjadi bersih dan suci. Apakah kita tidak menginginkan harta kita menjadi berkembang biak, tumbuh sekaligus suci? Tidak ada sejarahnya orang mengeluarkan zakat menjadi miskin, karena Allah sendiri yang menjanjikan dan menjamin hal itu.

Nabi SAW. berkata,
"Tidak akan berkurang harta karena sedekah dan zakat. Barang siapa yang memberikan ZIS kepada yang orang-orang yang memerlukannya, berarti ia telah mengutangkan sesuatu kepada Allah dan Allah yang bertanggung jawab membayarnya."

Nabi sampai menyatakan hal itu sebagai jaminan sehingga kita tak perlu ragu untuk menyisihkan sebagian harta kita di jalan Allah.

Setiap hari ada ratusan malaikat yang turun ke bumi dan kerjanya hanya khusus mendo'akan orang-orang yang menginfakkan hartanya sebagaimana yang disebutkan dalam Hadits Sahih Bukhari,
"Ya Allah, berikan rahmat kepada mereka yang infak hari ini. Ya Allah, berikan ampunan kepada mereka yang mengeluarkan infak hari ini. Ya Allah, berikan rezeki yang luas kepada mereka yang hari ini berinfak."

Zakat berfungsi sebagai pembersih harta sekaligus pembersih hati. Dengan mengeluarkan zakat, harta bersih dari hak-hak orang lain yang dititipkan Allah yang ada di dalam harta kita. ZIS juga dapat membersihkan hati dari penyakit tamak, rakus, kikir, dan kecemburuan sosial serta penyakit hati lainnya.

Lalu, mengapa kita masih enggan mengeluarkan harta untuk ZIS tersebut? Apalagi persentase harta yang kita keluarkan untuk ZIS juga relatif kecil. Kalau kita simak sejarah betapa hebatnya ketika sahabat Umar mengikhlaskan setengah dari hartanya di jalan Allah. Namun lebih dahsyat lagi ketika Sahabat Abu Bakar malah mengeluarkan semua hartanya. Ketika Nabi Muhammad SAW. menanyakan bagaimana dengan kebutuhan sehari-hari bagi keluarga? Abu Bakar pun menjawab, semuanya dititipkan kepada Allah yang akan menjaga dan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Mengutip iklan pajak, "Tidak bayar pajak apa kata dunia?" Bisa saja, "Tidak bayar zakat, apa kata dunia dan akhirat?

Wallahua'lam.***

[Ditulis oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, Ketua Yayasan Addakwah, dan pembimbing haji plus dan umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Wage) 1 Maret 2012 / 8 Rabiul Akhir 1431 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky