Jarang dalam suatu rumah tangga menjadi hancur berantakan yang disebabkan oleh kekurangan harta dan fasilitas hidup. Pada umumnya, kehancuran rumah tangga berpangkal dari sangat kurangnya pemahaman tentang agama para anggota rumah tangga tersebut, antara ayah, ibu, dan anak-anak serta anggota rumah tangga lainnya, sehingga jauh dari akhlakul karimah. Antara suami dan istri tidak lagi saling menghargai. Anak-anak mereka tidak lagi taat dan menghormati orang tua, sehingga terciptalah suatu iklim yang buruk, yang menimbulkan kesenjangan dan menjurus kepada hancurnya rumah tangga.

Sejak 14 abad lalu, Rasulullah SAW. telah mengingatkan umatnya, "Bila Allah menginginkan kebaikan suatu rumah tangga, maka (pengisi rumah tangga tersebut) diberi pemahaman dalam masalah agama." (HR. Daruquthni)

Berdasarkan peringatan Rasulullah SAW. tersebut, jelaslah bahwa pangkal kebaikan suatu rumah tangga sangat bergantung kepada pemahaman dan ketaatan terhadap aturan-aturan agama, bukan hanya pada harta yang berlimpah, gelar, dan kedudukan. Akan tetapi, tidak berarti bahwa harta dan kedudukan tidak penting bagi kehidupan. Kita diperintahkan untuk bekerja keras mencari harta, ilmu, pengaruh, kedudukan, pasangan hidup, dan keturunan. Asalkan semua yang kita usahakan itu, dalam mencari rida Allah SWT. dan berada dalam koridor nilai-nilai kebenaran. Bagaimanapun, harta merupakan sarana mutlak untuk kesempurnaan beragama. Tidak mungkin kita dapat beribadah tanpa memiliki harta. Akan tetapi, semua itu harus diperoleh dari jalan yang halal dan dibelanjakan di jalan yang diridai Allah.

Peranan kaum ibu sangat penting bahkan dominan untuk menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan rumah tangga. Tidak dapat diragukan, ibu adalah inti di tengah keluarga dan masyarakat. Dia adalah pemberi pengaruh yang amat kuat pada diri anak-anak, baik dengan perkataan, keteladanan, cinta, dan kasih sayang. Anak-anak senantiasa meniru ibunya. Jika ibu menegakkan hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya serta menaatinya, berpegang pada akhlak-akhlak Islam yang terpuji, anak tentu akan tumbuh dengan memiliki akhlak-akhlak terpuji pula. Sebaliknya, jika akhlak ibu buruk, tidak menegakkan hukum-hukum Allah dan buruk pergaulannya, anak cenderung akan tumbuh dengan memiliki sifat-sifat buruk. Namun, semua itu harus ditunjang oleh kaum bapak, malahan harus jadi pelopor menegakkan agama Allah, sebagai pembimbing wanita (istri). Ingat, kedua orang tua akan dimintai pertanggungjawabannya sebagai kepala rumah tangga oleh Allah SWT., di yaumil akhir nanti.

Peranan kaum ibu menjadi sokoguru kehidupan rumah tangga. Setiap ibu wajib menanamkan kecintaan, sekaligus rasa takut kepada Allah serta merasakan pengawasan-Nya setiap saat ke dalam hati anak, agar pendidikan spiritual, pertumbuhan iman, dan akhlak yang utama benar-benar merasuk ke dalam hati sanubarinya. Teladan yang baik merupakan landasan fundamental dalam membentuk karakter anak, baik dalam segi agama maupun akhlak.

Membiasakan anak untuk mengerjakan berbagai macam ibadah. Ibadah pertama yang wajib dikerjakan anak sejak usia dini adalah shalat lima waktu. Sebagaimana perintah Rasulullah SAW., "Suruhlah anak kalian mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun dan pukullah (sekadar untuk penegakan disiplin) mereka karena shalat ini, sedangkan mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan perempuan)." (HR. Abu Daud dan Al Hakim)

Shalat merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di akhirat kelak. Allah menyediakan tempat di neraka Saqar bagi orang yang meninggalkan shalat (QS. Al-Mudatstsir (74) : 41-43). Apabila diamalkan berdasarkan ketentuannya, sesuai dengan yang dicontohkan Rasul, shalat merupakan ibadah yang berfungsi mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS. Al Ankabut [29] : 45). Salah satu faktor keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya dengan pendidikan Islam yang benar ialah membiasakan anak laki-lakinya shalat berjemaah di masjid.

Selanjutnya melatih anak menunaikan shaum Ramadhan, bergantung kepada kesehatan dan kemampuannya, ketika dia berumur lima, tujuh, atau sepuluh tahun. Maka setelah mencapai usia balig, anak sudah siap rohani dan jasmaninya untuk menunaikan salat dan saum. Selain itu, biasakanlah anak gemar menuntut ilmu agama, karena hukumnya wajib. Belajar menghafal, memahami Al-Qur'an dan Hadits Nabi yang syahih, dan mengamalkannya. Dengan mempelajarinya, anak mengetahui tata cara shalat yang benar sesuai dengan contoh dan petunjuk Nabi. Begitu pun tata cara shaum, dan ibadah-ibadah lainnya. Sekolahkanlah anak di lingkungan yang kondusif.

Pembinaan sektor akhlak, antara lain jauhkan dari hidup mewah dan hura-hura. Tidak berkata-kata buruk. Biasakanlah bersikap tawadu dan hormat kepada orang lain. Taat pada orang tua, guru, ustaz serta siapa pun yang lebih tua usianya. Jauhkan dari dusta, karena dusta merupakan kunci kejahatan, memberi peluang bagi berbagai macam keburukan.

Kunci sukses peranan kaum ibu lainnya dalam pembinaan akhlak, ialah membiasakan anak putrinya berpakaian berjilbab yang sesuai dengan syariat, firman Allah SWT. (QS. An-Nur [24] : 31).

Pakaian wanita beriman harus senantiasa mencerminkan jiwa yang takwa kepada Allah SWT., mencerminkan pribadi Muslim sehingga mampu menjadi sarana pencegahan terhadap aksi kaum pria, mencerminkan pribadi kewanitaan yang berbudi pekerti sehingga tidak membangkitkan syahwat kaum pria, sebagai penutup aurat, penutup bagian tubuh yang malu bila dilihat, juga penutup bagian yang dapat merangsang kaum pria.

Semoga kita senantiasa mendapat rahmat serta lindungan Allah Yang Maha Kuasa. Amin.
***

[Ditulis Oleh H. EDDY SOPANDI, peserta majelis taklim di beberapa masjid, antara lain Al Furqon UPI, Istiqomah, Viaduct, Salman ITB. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 31 Desember 2010 ada kolom "RENUNGAN JUMAT"]
Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Islam atau kalender Hijriah. Safar artinya kosong atau kuning. Dinamakan demikian karena pada bulan kedua ini dahulu semua laki-laki bangsa Arab meninggalkan rumah, ada yang pergi perang, berniaga, atau mengembara sehingga rumah-rumah kosong ditinggal kaum laki-laki.

Dalam menyikapi kehadiran Safar, di kalangan umat Islam masih ada yang terpengaruh tradisi paganisme jahiliah yakni menganggap sial waktu-waktu tertentu. Termasuk menganggap bahwa Safar merupakan bulan sial, bulan nahas, bulan diturunkannya bencana, dan bulan yang harus diwaspadai keberadaannya. Masyarakat Arab jahiliah menganggap Safar sebagai bulan penuh kesialan (Shahih Bukhori No. 2380 dan Abu Dawud No. 3915). Sehingga pada bulan ini mereka dilarang mengadakan hajatan atau pekerjaan-pekerjaan penting lainnya karena akan mendatangkan bencana atau kegagalan. Untuk menolak kesialan di bulan ini, mereka melakukan ritual tolak bala dengan cara memanjatkan doa dan mandi di pantai, sungai, atau tempat-tempat keramat tertentu.

Sikap dan perbuatan seperti itu tidak sesuai dengan ajaran Islam dan bertentangan dengan misi yang dibawa Nabi dan Rasul, yakni berdakwah kepada tauhid. Rasulullah SAW. bersabda, "Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, dan tidak ada kesialan pada bulan Safar." (HR. Bukhori, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)

Sebagai seorang Muslim sudah sepantasnya mengikis kepercayaan terhadap kesialan pada bulan Safar ini karena bertentangan dengan akidah dan tauhid. Orang yang menganggap Safar adalah bulan sial sama dengan mencela waktu. Rasulullah SAW. bersabda, "Beranggapan sial termasuk kesyirikan (beliau menyebutnya tiga kali)." Lalu beliau bersabda, "Tidak ada di antara kita yang selamat dari beranggapan sial. Menghilangkan anggapan sial tersebut adalah dengan bertawakal." (HR. Abu Dawud)

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullahu berkata dalam kitab Zaadul Ma’aad (II/354-255), "Memaki masa (waktu) termasuk perbuatan syirik. Sebab, ia memaki masa karena anggapannya bahwa masa dapat memberi manfaat dan mudarat. Di samping anggapan bahwa masa itu zalim karena telah merugikan orang yang tidak pantas dirugikan, memberi orang yang tidak pantas diberi, mengangkat derajat orang yang tidak pantas diangkat derajatnya, menahan orang yang tidak pantas ditahan haknya."

Selanjutnya beliau berkata, "Padahal, hakikatnya Allah yang menciptakan masa itu, Dialah yang memberi dan menahan yang mengangkat dan menurunkan yang memuliakan dan menghinakan, masa sama sekali tidak punya kuasa atas hal tersebut. Jadi, memaki masa sama halnya dengan mencaci Allah. Oleh karena itu, (dia) dianggap telah menyakiti Allah SWT dalam kitab ash-Shahihain, dari hadis Abu Hurairah RA., Rasulullah SAW. bersabda, "Allah Ta’ala berfirman, ’Anak Adam telah menyakiti-Ku, ia memaki masa, padahal Aku-lah (yang menciptakan) masa’."

Sikap yang harus kita tumbuhkan dalam mengisi Safar ini, antara lain :

Pertama, meyakini bahwa Safar sama dengan bulan-bulan lainnya yang telah Allah SWT. jadikan sebagai kesempatan untuk melakukan amal-amal yang bermanfaat. Menganggap Safar sebagai bulan pembawa sial merupakan perbuatan haram dan syirik karena tidak ada yang mampu memberikan manfaat dan menimpakan mudarat kecuali Allah SWT., sebagaimana firmannya,
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
"Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Yunus :107)

Kedua, bila musibah menimpa kepada diri kita di bulan ini, harus diyakini semua itu merupakan ketetapan Allah SWT. yang penuh dengan keadilan dan hikmah-Nya. Allah SWT. berfirman,
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
"Katakanlah, ’Sekali-kali tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. At-Taubah : 51)

Ketiga, jika kita membatalkan pekerjaan atau hajatan pada bulan ini, alasannya bukan karena Safar, melainkan karena alasan logis yang tidak bertentangan dengan nilai ketauhidan. Rasulullah SAW. bersabda, "Barangsiapa yang keperluannya tidak dilaksanakan disebabkan berbuat thiyarah, sungguh ia telah berbuat kesyirikan. Para sahabat bertanya, ’Bagaimanakah cara menghilangkan anggapan (thiyarah) seperti itu ?’ Beliau bersabda, ’Hendaklah engkau mengucapkan (doa), Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali itu datang dari Engkau, tidak ada kejelekan kecuali itu adalah ketetapan dari Engkau, dan tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau’." (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)

Keempat, menumbuhkan sikap tawakal kepada Allah SWT. yang disertai usaha dan amal yang tidak bertentangan dengan syariat. Allah SWT. berfirman,
وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
"Dan kepunyaan Allah-lah apa yang gaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan." (QS. Huud : 123)

Kelima, meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. dengan melakukan berbagai ketaatan, baik dalam melaksanakan perintah-Nya maupun menjauhi larangannya. Dengan ketakwaan, akan menjadi sarana untuk mendapatkan kebahagiaan, keselamatan, dan mampu membedakan yang benar dan batil (furqan).

Akhirnya, marilah kita perkuat fondasi tauhid dengan ilmu dan amal dan bermohon kepada Allah SWT. agar membimbing dan melindungi diri kita dari perbuatan syirik yang akan menelantarkan kita di dunia maupun akhirat.

Wallahu’alam bishawab. ***

[Ditulis Oleh H. MOCH. HISYAM, Ketua DKM Al-Hikmah RW 07 Sarijadi Bandung, anggota Komisi Pendidikan dan Dakwah MUI Kel. Sarijadi, Kec. Sukasari, Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 30 Desember 2010 pada kolom "CIKARACAK"]
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 216)

Alkisah di negeri India ada seorang raja yang disenangi rakyat, terutama oleh rakyat jelata. Sang raja tersebut memiliki seorang perdana menteri yang setia menemani raja ke mana pun sang raja pergi. Ada satu ungkapan yang selalu terlontar dari mulut sang perdana menteri ketika berbincang dengan sang raja. Ia selalu berucap, "Apa pun yang terjadi, ini adalah yang terbaik bagi kita."

Ketika musim hujan tiba, sang raja resah karena hujan turun terus-menerus. Akan tetapi, Perdana Menteri berkomentar, "Wahai Tuanku, hujan ini adalah yang terbaik bagi kita. Karena dengan air yang banyak melimpah di musim hujan ini, rakyat kita bisa bercocok tanam. Sawah-sawah kita akan semakin subur sebab air mengaliri seluruh area pertanian. Rakyat kita pun bisa mandi dan minum sepuasnya." Raja membenarkan pernyataan menterinya itu.


Pada suatu hari, mereka berencana untuk berburu. Semua anggota rombongan mempersiapkan segala perlengkapan untuk berburu. Akan tetapi di luar dugaan, sang raja yang hendak makan apel pada waktu itu, jari tangannya teriris sampai putus. Darah pun keluar tanpa henti dari tangan raja. Apa yang disampaikan Perdana Menteri, "Rajaku yang baik, apa yang terjadi pada yang mulia, itu adalah yang terbaik bagi raja." Mendengar hal itu, kali ini raja naik darah dan tidak dapat mengontrol lagi emosinya. Akhirnya, sang menteri dijebloskan ke penjara. Di dalam penjara, ia berkata kepada sang raja, "Ketahuilah wahai rajaku, penjara ini adalah yang terbaik bagiku." Rupanya raja tidak peduli lagi dengan apa yang dikatakan menterinya itu.


Enam hari setelah kejadian itu, sang raja ingin sekali berburu. Akhirnya ia pergi sendirian. Sesaat ketika hari berangsur gelap, raja melihat seekor kelinci hutan. Dengan rasa senang ia mengejar kelinci itu hingga masuk ke hutan. Tanpa disadari, raja yang dalam kebingungan terjerembap ke dalam perangkap binatang. Spontan ia berteriak minta tolong. Akan tetapi, teriakan raja sama sekali tidak mendapat jawaban.


Di tengah keputusasaan, sang raja melihat segerombolan manusia tanpa busana yang muncul secara tiba-tiba. Rupanya mereka adalah kelompok manusia kanibal. Manusia-manusia kanibal itu langsung menangkap raja sebagai buruan untuk santapan lezat mereka. Raja pun sangat ketakutan, tetapi apalah daya, ia sudah pasrah pada nasibnya untuk dijadikan santapan.


Sebelum raja disembelih, sang ketua adat memeriksa apakah buruan mereka benar-benar sempurna. Sementara yang lain menyiapkan upacara dan pesta. Akan tetapi, ketua adat kaget ketika menemukan cacat pada tangan sebab ibu jari sang raja terputus. Lalu ketua adat segera mengumumkan bahwa mereka tidak akan memakan daging "buruan" yang cacat dan pesta dibatalkan. Dengan terpaksa, sang raja pun dilepaskan.


Raja sangat senang dan langsung berlari secepat kilat menuju istananya. Ia langsung ke penjara bawah tanah menemui perdana menteri. Ia kemudian memeluknya itu dan berkata, "Wahai menteriku, barulah aku tahu, mengapa kau selalu mengucapkan bahwa apa yang terjadi pada kita itu adalah yang terbaik. Saya bersyukur karena tangan saya putus, saya dibebaskan dari manusia kanibal dan aku sudah memenjarakanmu di sini, maafkan saya." Dengan tenang, menteri berkata, "Saya merasa penjara tempat yang terbaik bagiku sebab jika tidak di sini, mungkin saya sudah dimakan manusia kanibal karena menemani tuanku berburu. Mungkin mereka akan melepaskan raja dari tangannya, tetapi tidak denganku karena tubuhku tiada punya cacat."


Sebenarnya, melihat kebaikan dalam segala hal merupakan ungkapan yang biasa. Dalam kehidupan sehari-hari, orang sering berkata, "Pasti ada kebaikan (hikmah) di balik kejadian ini," atau, "Ini merupakan berkah dari Allah." Kenyataannya, kemampuan melihat kebaikan dalam setiap kejadian merupakan kualitas moral yang penting, yang timbul dari keyakinan yang tulus akan Allah dan pendekatan tentang kehidupan yang disebabkan oleh keimanan. Pada akhirnya, pemahaman akan kebenaran ini menjadi sangat penting dalam menuntun seseorang tidak hanya untuk mencapai keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Akan tetapi, juga untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tak akan berakhir.


Tanda pemahaman yang benar akan arti iman adalah tidak adanya kekecewaan akan apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini. Sebaliknya, jika seseorang gagal melihat kebaikan dalam setiap peristiwa yang terjadi dan terperangkap dalam ketakutan, kekhawatiran, keputusasaan, kesedihan, dan sentimentalisme, ini menunjukkan kurangnya kemurnian iman. Kebingungan ini harus segera dienyahkan dan kesenangan yang berasal dari keyakinan yang teguh harus diterima sebagai bagian hidup yang penting. Orang yang beriman mengetahui bahwa peristiwa yang pada awalnya terlihat tidak menyenangkan, termasuk hal-hal yang disebabkan oleh tindakannya yang salah, pada akhirnya akan bermanfaat baginya.


Ia belajar dari kesalahannya dan mencari cara untuk memperbaikinya. Bagaimanapun, jika ia jatuh dalam kesalahan yang sama, ia ingat bahwa semuanya memiliki maksud tertentu, dan mudah saja memutuskan untuk lebih berhati-hati dalam kesempatan mendatang. Bahkan, jika hal yang sama terjadi puluhan kali lagi, seorang Muslim harus ingat bahwa pada akhirnya peristiwa tersebut adalah untuk kebaikan dan menjadi hak Allah yang kekal.


Kebenaran ini juga dinyatakan secara panjang lebar oleh Nabi saw., "
Aku mengagumi seorang Mukmin karena selalu ada kebaikan dalam setiap urusannya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur (kepada Allah) sehingga di dalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa musibah, ia berserah diri (dan menjalankannya dengan sabar) bahwa di dalamnya ada kebaikan pula." (HR. Muslim)

Hanya dalam kesadaran bahwa Allah menciptakan segalanya untuk tujuan yang baik sajalah hati seseorang akan menemukan kedamaian. Adalah sebuah keberkahan yang besar bagi orang-orang beriman bila ia memiliki pemahaman akan kenyataan ini. Seseorang yang jauh dari Islam akan menderita dalam kesengsaraan yang berkelanjutan. Ia terus-menerus hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran. Di sisi lain, orang beriman menyadari dan menghargai kenyataan bahwa ada tujuan-tujuan Ilahiah di balik ciptaan dan kehendak Allah.


Jika seseorang menyadari adanya kebaikan dalam setiap hal, dia hanya akan menemukan karunia dan maksud Ilahiah yang tersembunyi di dalam semua kejadian rumit yang saling berhubungan. Walau ia mungkin memiliki banyak hal yang mesti diperhatikannya setiap hari, seseorang yang memiliki iman kuat, yang dituntun oleh kearifan dan hati nurani, tidak akan membiarkan dirinya dihasut oleh tipu muslihat setan. Tak peduli bagaimanapun, kapan pun, atau di mana pun peristiwa itu terjadi, ia tidak akan pernah lupa bahwa pasti ada kebaikan di baliknya.***

[Ditulis oleh USEP SAEFUROHMAN, Koordinator Kajian Ilmu Muslim Muda (KIMM) Kabupaten Bandung, pegiat Kajian Islam Ilmiah Pemuda Yayasan Pesantren Islam Pacet Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Legi) 24 Desember 2010 pada kolom "RENUNGAN JUMAT"]

Dalam beberapa hari terakhir ini, pemberitaan media massa diramaikan dengan terjadinya cuaca ekstrem di Benua Eropa karena turunnya salju tebal sehingga banyak penerbangan pesawat dibatalkan, perjalanan kereta api tertunda, bahkan jalan-jalan ditutup. Bahkan, Australia yang sedang musim panas juga turun salju sehingga membuat khawatir pemerintah dan masyarakatnya.

Demikian pula di Indonesia yang hampir dalam setahun terus diguyur hujan. Tiada pekan tanpa hujan. Dampaknya, sejumlah daerah mengalami banjir bandang yang merugikan harta benda bahkan nyawa manusia pun melayang.

Pertanyaannya, mengapa alam berubah drastis seperti ini ? Siapa pun tak bisa memungkiri alam semesta merupakan ciptaan Allah untuk kemaslahatan umat manusia. (QS. Al Baqarah : 117) Tentu sebagai makhluk , pasti alam semesta akan rusak dan musnah. (QS. Al Baqarah : 88)

Perlu diingat, Allah menciptakan alam semesta ini dengan teratur dan seimbang (QS. Al Mulk : 3-4) dan terikat dengan ketentuan-ketentuan yang pasti, seperti adanya orbit, musim, dan sejenisnya. (QS. Al Furqon : 2) Dengan keteraturan alam seperti itu, manusia bisa mempelajari dan memahami perilaku alam. (QS. Al Jatsiyah : 13)

Keunikan lainnya yang kerap tidak diperhatikan manusia adalah seluruh alam raya ini patuh kepada ketentuan-ketentuan Allah SWT. (QS. Ali Imran : 83 dan QS. Al Isra : 44) Allah juga menciptakan makhluknya dengan berpasang-pasangan, seperti siang-malam, matahari-bulan, dan lain-lain. (QS. Addzariat : 49)

Tentu Allah menciptakan alam semesta dengan tujuan yang jelas, yakni untuk membuktikan kebesaran dan kemahaperkasaan-Nya. Alam juga disiapkan Allah untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia (QS. Lukman : 20), seperti lautan, sungai, bahkan pergantian siang dan malam, semuanya untuk manusia. (QS. Ibrahim : 32-33)

Tujuan lain penciptaan alam adalah sebagai medan ujian bagi umat manusia. (QS. Hud : 7 dan QS. Al Mulk : 2) Manusia diuji untuk menjaga, memelihara, dan memanfaatkan alam untuk keperluan manusia, bukan sebaliknya, merusak apalagi menghancurkan alam. Manusia memiliki "kekuasaan" untuk menjaga maupun merusak alam karena manusia sebagai khalifah di bumi. (QS. Al An’am : 156)

Kaum Muslimin yang mempunyai misi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil-alamin) termasuk lingkungan harus menebarkan kasih sayang kepada seluruh alam. Allah memberikan kemampuan kepada manusia untuk memelihara alam semesta dan memanfaatkan untuk kebaikan manusia itu sendiri karena alam rusak, manusia pun akan sengsara.

Terjadinya kerusakan di daratan dan di lautan, termasuk pemanasan global maupun iklim yang tak menentu, dikarenakan ulah manusia sendiri. Padahal, ajaran Islam memiliki kaitan amat erat dengan kewajiban menjaga, memelihara, dan menyelamatkan alam beserta isinya. Oleh karena itu, merusak pohon-pohon termasuk perbuatan dosa dan maksiat kepada Allah. Sebaliknya, upaya menjaga dan memelihara alam dan lingkungan termasuk bagian dari ibadah dan amal saleh kepada Allah.

Seorang Muslim tidak boleh membuat derita bagi dirinya dan orang lain malah harus menebarkan keselamatan, ketenangan, kedamaian, dan ketenteraman sebagai bagian dari sedekah. Bukankah menyingkirkan duri saja di tengah jalan yang akan mencelakakan orang lain adalah ibadah ?

Demikian pula dengan menanam pohon lindung termasuk wakaf sebagai salah satu investasi abadi yang pahalanya akan terus mengalir, meski orang itu sudah meninggal dunia. Islam juga mengajarkan orang yang terbaik adalah mereka yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.

Perbuatan yang menyia-nyiakan air hujan termasuk dosa (mubazir). Allah menurunkan hujan agar dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia sebanyak-banyaknya. Untuk itu, ketika akan mendirikan bangunan harus diingat untuk membuat bangunan yang ramah lingkungan dengan menyediakan resapan air, agar air hujan tidak terbuang ke sungai maupun jalan yang menyebabkan banjir.

Berkaitan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1432 H dan tahun baru Masehi 2011, sudah seharusnya kaum Muslimin memegang prinsip hari esok harus lebih baik daripada hari ini dan saat ini harus lebih baik daripada kemarin. Setiap Muslim harus khawatir, jangan sampai melahirkan generasi yang lebih lemah daripada generasi dirinya, termasuk meninggalkan lingkungan alam yang lebih buruk kepada generasi penerus.

Setiap Muslim tidak boleh meninggalkan bom waktu yang dapat membahayakan generasi yang akan datang, termasuk meninggalkan kerusakan alam. Anak dan cucu harus menderita kekurangan oksigen, air, maupun lingkungan alam yang tak ramah akibat perbutan kita saat ini.

Ciri negara, wilayah, maupun daerah yang ideal ialah masyarakat yang sejahtera dan aman atau bebas dari rasa lapar dan rasa takut. (QS. Alquraisy) Dalam kalimat lain, Allah menyebut negara itu sebagai "baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur", negara makmur dan sejahtera dengan limpahan ampunan Allah. (QS. Saba) Salah satu cirinya adalah tanaman-tanamannya tumbuh dengan subur. (QS. Al’Araf : 58)

Mari kita selamatkan alam yang berarti menyelamatkan umat manusia !***

[Ditulis oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, dosen ITB, Ketua Yayasan Unisba, dan pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi 23 Desember 2010 pada kolom "CIKARACAK"]
Menjelang tanggal 22 Desember 2010 sebagaimana dikenal di Indonesia sebagai “HARI IBU” yang diperingati sebagai bentuk penghormatan pada sosok ibu. Karena setiap manusia yang terlahir ke dunia ini tak bisa dilepaskan dari peran Ibu dan Ayah. Maka sudah sewajarnya apabila diajarkan pada setiap muslim ataupun seluruh umat manusia untuk senantiasa menghormati orang tua (terutama ibu). Teringat pada sebuah Hadits Rasulullah SAW.

Dari Abu Hurairah RA. berkata : “Ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah dan bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang lebih berhak dengan kebaikanku ?” Jawab Rasulullah, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa ?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa ?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa ?” Jawabnya, “Ayahmu.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah)

Pengulangan kata “IBU” sampai 3 (tiga) kali menunjukkan bahwa ibu lebih berhak atas anaknya dengan bagian yang lebih lengkap, seperti al-bir (kebajikan), ihsan (pelayanan).

Ibnu Al-Baththal mengatakan : “Bahwa ibu memiliki tiga kali hak lebih banyak daripada ayahnya.” Karena kata ‘ayah’ dalam hadits disebutkan sekali sedangkan kata ‘ibu’ diulang sampai tiga kali. Hal ini bisa dipahami dari kerepotan ketika hamil, melahirkan, menyusui. Tiga hal ini hanya bisa dikerjakan oleh ibu, dengan berbagai penderitaannya, kemudian ayah menyertainya dalam tarbiyah, pembinaan, dan pengasuhan.

Hal itu diisyaratkan pula dalam firman Allah SWT. :

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun (selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun), bersyukurlah kepada Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kamu kembali.” (QS. Luqman : 14)

Allah SWT. menyamakan keduanya dalam berwasiat, namun mengkhususkan pada ibu dengan tiga hal yang telah disebutkan di atas.

Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan dalam Al-Adabul Mufrad, demikian juga Ibnu Majah, Al Hakim, dan menshahihkannya dari Al-Miqdam bin Ma’di Kariba, bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Sesunguhnya Allah SWT. telah berwasiat kepada kalian tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ayah kalian, kemudian berwasiat tentang kerabat dari yang terdekat.

Hal ini memberikan kesan untuk memprioritaskan kerabat yang didekatkan dari sisi kedua orang tua daripada yang didekatkan dengan satu sisi saja. Memprioritaskan kerabat yang ada hubungan mahram daripada yang tidak ada hubungan mahram, kemudian hubungan pernikahan.

Ibnu Baththal menunjukkan bahwa urutan itu tidak memungkinkan memberikan kebaikan sekaligus kepada keseluruhan kerabat.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran tentang ibu yang lebih diprioritaskan dalam berbuat kebaikan dari pada ayah. Hal ini dikuatkan oleh hadits Imam Ahmad, An-Nasa’i, Al-Hakim yang menshahihkannya, dari Aisyah RA. berkata : “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW., siapakah manusia yang paling berhak atas seorang wanita ?” Jawabnya, “Suaminya.” “Kalau atas laki-laki ?” Jawabnya, “Ibunya.

Demikian juga pada hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Abu Daud dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa ada seorang wanita yang bertanya : “Ya Rasulullah, sesungguhnya anak laki-lakiku ini, perutku pernah menjadi tempatnya, air susuku pernah menjadi minumannya, pangkuanku pernah menjadi pelipurnya. Dan sesungguhnya ayahnya menceraikanku, dan hendak mencabutnya dariku.Rasulullah SAW. bersabda, “Kamu lebih berhak daripada ayahnya, selama kamu belum menikah.”

Maksudnya menikah dengan lelaki lain, bukan ayahnya, maka wanita itu yang meneruskan pengasuhannya, karena ialah yang lebih spesifik dengan anaknya, lebih berhak baginya karena kekhususannya ketika hamil, melahirkan dan menyusui. (Sebagaimana disalin dari : http://www.dakwatuna.com/2008/hak-ibu-atas-anaknya)

Tak cukup kata untuk mengungkap betapa besar jasa kalian pada diriku, Ibu dan Ayah. Teriring doa buat Ibu dan Ayah :

Artinya : “Ya Allah! Ampunilah segala dosaku juga dosa ibu bapaku serta kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah memelihara dan mendidikku di masa kecil.”

ALWAYS LOVE YOU, MOMMY 4-EVER AND EVER
SELAMAT HARI IBU


PENDAHULUAN
Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah yang diberi kemampuan untuk berfikir, karena telah diberi akal dan hati nurani untuk dapat memilih dan memilah mana yang terbaik untuk dikerjakan bagi dirinya, namun kadang kala manusia mengalami sebuah dilemma menghadapi beberapa pilihan yang terkadang sulit untuk dapat dipilih salah satu diantaranya, karena (keterbatasan) fikiran dan hati nurani. Oleh karena itu, kita sebagai umat islam telah difasilitasi oleh Allah SWT. dengan Shalat Istikharah sebagai suatu rangkaian ibadah sunnah yang dikerjakan untuk meminta petunjuk Allah SWT. oleh mereka yang berada diantara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih. Inilah salah satu keistimewaan ajaran Islam dalam hal memenuhi kebutuhan atau hajat hidup manusia.

Sebelum kita melakukan Shalat Istikharah ini, ada baiknya terlebih dahulu berkonsultasi kepada orang yang berkompeten, semisal ulama, guru atau orang terdekat yang sudah kita kenal dan dapat dipercaya. Lalu kita bisa melakukan Shalat Istikharah tersebut. Jadi, Shalat Istikharah ini dikerjakan untuk memilih satu diantara beberapa pilihan.

WAKTU PENGERJAAN SHALAT ISTIKAHARAH
Shalat Istikharah boleh dilakukan setelah shalat tahiyatul masjid, setelah shalat rawatib, setelah shalat tahajud, setelah shalat Dhuha dan shalat lainnya. Bahkan jika Shalat Istikharah dilakukan dengan niat shalat sunnah rawatib atau shalat sunnah lainnya, lalu berdoa Istikharah setelah itu, maka itu juga dibolehkan.

Artinya di sini, dia mengerjakan shalat rawatib satu niat dengan Shalat Istikharah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu.

Pada hadits diatas yang penting lakukan shalat dua raka’at apa saja selain shalat wajib. Kemudian menurut sebuah riwayat dari Anas RA., bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan : “Jika engkau menginginkan sebuah perkara, Istikharahlah kepada Rabb-mu sebanyak 7 kali, lalu lihatlah kepada perasaan yang muncul di hati-mu, karena kebaikan — pilihan — itu ada di dalamnya (hati).

TATA CARA SHALAT ISTIKHARAH
Pada dasarnya cara Shalat Istikharah ini sama dengan shalat sunnah lainnya, namun ada beberapa ulama yang menganjurkan untuk membaca Surat Al Kafiruun setelah membaca Surat Al Fatihah di raka’at pertama dan membaca Surat Al Ikhlas setelah membaca Surat Al Fatihah pada raka’at yang kedua (karena tidak ada hadits atau dalil yang menyebutkan secara spesifik tentang hal ini – berarti tidak wajib untuk membaca surat tersebut (Surat Al Kafiruun dan Al Ikhlas) setelah membaca Surat Al Fatihah pada raka’at pertama dan kedua).

Setelah selesai Shalat Istikharah hendaklah membaca doa :

Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih.

Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya.

HASIL SHALAT ISTIKHARAH

Intinya hasil Shalat Istikharah kita pasrahkan kepada Allah SWT. Bila kita mantap atas salah satu pilihan yang ada, itu merupakan sebuah jawaban. Atau jika memang yang jadi pilihannya tadi dipersulit, maka berarti pilihan tersebut tidak baik untuk kita. Namun jika memang pilihannya tadi adalah baik untuk kita, pasti akan Allah mudahkan.

[Tulisan ini disalin dari "http://shalatqu.co.cc/shalat-istikharah/" setelah dipoles kemudian diposting kembali pada blog ini.]
Memasuki bulan Zulhijah 1431 Hijriah, Indonesia kembali didera musibah yang bertubi-tubi. Sudah sepantasnya kita sebagai makhluk menyikapinya dengan senantiasa sabar dan shalat. Firman Allah SWT.,

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
"Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." (QS. Al-Baqarah : 45)

Sabar bukan berarti diam, tetapi sabar merupakan aktivitas positif dengan segenap upaya mempertahankan diri ketika menghadapi masalah atau musibah. Sementara shalat pada hakikatnya adalah doa, yaitu sikap bergantung (interdependensi) kepada
Allah SWT. sebagai pencipta (khalik), pemelihara (rabb), dan penguasa (malik) dari alam semesta dan seisinya. Shalat yang sempurna adalah shalat yang bernilai ritual dan sosial, yaitu nilai-nilai dalam shalat dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada dimensi sosial, saat seseorang menghadapi suatu hajat atau suatu kepentingan, dia senantiasa memohon doa dan restu kepada sesamanya. Ini menggambarkan kondisi jiwa yang haus akan perhatian dan kasih sayang sesama. Jika suatu ketika seseorang mengetahui bahwa dia sedang didoakan baik oleh saudaranya maka dipastikan dia akan sangat senang. Sepantasnya, bagi kita untuk membantu saudara kita yang sedang dirundung duka, baik di Mentawai maupun di Jawa Tengah atau di mana pun berada, minimal dalam bentuk doa.


Pantas,
Rasulullah SAW. mengajarkan kepada umatnya untuk menebarkan salam dengan lafaz "assalamualaikum" (semoga keselamatan/kedamaian tetap atas kamu semua). Ajaran yang mulia dengan memuliakan manusia melalui doa. Di dalam Islam, diajarkan bahwa membaca salam itu sunah dan menjawabnya wajib. Ini menunjukkan keharusan untuk mengapresiasi atas kebaikan orang lain dalam bentuk doa.

Islam pun mengajarkan kepada umat
Rasulullah SAW. untuk bersilaturahmi, yang secara hakiki bermakna mengoneksikan kasih sayang. Dampak dari koneksitas itu akan mengaktifasi setiap doa yang dipanjatkan oleh sesama umat Rasulullah. Ajaran Islam senantiasa mengajak umatnya untuk saling mendoakan sesama saudaranya seiman.

Dalam hadis yang diriwayatkan dari
Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallohu’anhu dikatakan, "Sesungguhnya doa seseorang kepada saudaranya karena Allah adalah doa yang mustajab (terkabulkan)."

Dari
Shofwan bin ’Abdillah bin Shofwan -- istrinya adalah Ad Darda’ binti Abid Darda’, beliau mengatakan, "Aku tiba di negeri Syam. Kemudian saya bertemu dengan Ummud Darda’ (ibu mertua Shofwan) di rumah. Namun, saya tidak bertemu dengan Abud Darda’ (bapak mertua Shofwan). Ummu Darda’ berkata, ‘Apakah engkau ingin berhaji tahun ini ?’ Shofwan berkata, ’Iya.’" Ummud Darda’ pun mengatakan, "Kalau begitu, doakanlah kebaikan padaku karena Nabi SAW. pernah bersabda, ’Sesungguhnya doa seorang Muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendoakan saudaranya ini, ada malaikat yang bertugas mengaminkan doanya. Tatkala dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata, ’Amin.’ Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi." Shofwan pun berkata, "Aku pun bertemu Abu Darda’ di pasar, lalu Abu Darda’ mengatakan sebagaimana istrinya tadi. Abu Darda’ mengatakan bahwa dia menukilnya dari Nabi SAW." (sahih). Lihat Ash Shohihah (1399): (Muslim : 48-Kitab Adz Dzikr wad Du’aa’, hal. 88).

Kedua hadis tersebut tampak jelas. Doa dari orang yang tidak diketahui itu mustajab atau terkabulkan. Ini adalah peluang bagi umat Islam khususnya para calon jemaah haji, untuk senantiasa saling mendoakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Meminta didoakan dan meminta maaf itu baik, tetapi mendoakan dan memberi maaf secara ikhlas itu jauh lebih baik.


Saat kita bertemu dengan seseorang, ucapkanlah salam dan bersalaman seraya berbisik mendoakan "
barokalloh" (semoga Allah melimpahkan keberkahan padamu). Saat kita berbelanja di warung kecil, doakanlah semoga Allah memberikan rezeki yang melimpah pada pemilik warung. Begitu pun ketika kita diminta untuk mendoakan seseorang yang mempunyai hajat maka jangan ditunggu lagi, segera kita doakan seikhlas mungkin, semoga harapannya terkabul.

Demikian juga untuk saudara kita yang sedang dilanda musibah, kita doakan tanpa harus diminta dan diketahui oleh mereka, kita panjatkan, "
Ya, Allah, semoga Engkau segera mengganti musibah menjadi rahmat-Mu." Amin.

Wallahualam.***


[Ditulis oleh ROHMANUR AZIZ, Ketua DKM Al-Mu’minuun Griya Utama Rancaekek, pengurus DPW Generasi Muda Mathla’ul Anwar Jawa Barat, dosen Fakultas Dakwah & Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 5 November 2010 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

Sejak Selasa (12/10) lalu, jemaah calon haji (calhaj) Indonesia sebagai bagian dari tiga juta jemaah haji mulai "menyerbu" dua kota suci. Mekah dan Madinah memiliki magnet yang luar biasa sehingga setiap Muslimin selalu merindukan mengunjungi Baitullah.

Sesungguhnya ibadah haji merupakan napak tilas dari perjuangan para nabi, dimulai dari nenek moyang manusia--Nabi Adam--, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, hingga Rasulullah SAW. Rangkaian ibadah haji seperti tawaf, sai, wukuf di Padang Arafah, dan melempar jumrah di Mina, mengindikasikan "rute" perjuangan nabi-nabi terdahulu.

Perjalanan haji memang tidak semata-mata sebuah perjalanan wisata, tetapi perjalanan yang disyaratkan dengan penuh makna. Bahkan, di luar rangkaian rukun dan wajib haji pun jemaah masih menambahkannya dengan menelusuri jejak-jejak Rasulullah. "Antara rumahku dan mimbarku adalah taman di antara taman-taman surga." Demikian Rasulullah mengisyaratkan satu tempat istimewa yang kini terletak di salah satu sudut Masjid Nabawi, Madinah. Itulah Raudah. Sebuah tempat yang membuat jemaah haji maupun umrah begitu pasrah. Perjuangan pun harus dilalui agar bisa beribadah di atas tanah yang pernah menjadi pusat kehidupan Rasulullah. Raudah mengisyaratkan dan menjadi salah satu tempat dengan doa-doa akan dikabulkan Allah.

Raudah menjadi incaran setiap jemaah haji, sehingga dipadati dan harus berdesak-desakkan untuk mendapatkan satu "kaveling" di dalamnya. Salat sunah, salat wajib, rangkaian doa, zikir, dan membaca ayat demi ayat Alquran, merupakan ibadah yang bisa dilakukan di Raudah. Bukan hanya Raudah. Setiap jejak kaki para nabi pun berupaya diikuti jemaah haji. Meski tenaga mulai terkuras, semangat yang memancarkan spiritualitas tetap terjaga. Mina, Arafah, dan Muzdalifah menjadi saksi-saksi sejarah akan perjuangan para nabi dalam menegakkan kalimat tauhid. "Subhanallah. Walhamdulillah. Walaa ilaaha illallah wallahu akbar." Gema takbir, tahmid, dan tahlil pun terus menggema ketika jemaah haji mengelilingi Kabah yang dikenal sebagai tawaf. Berjalan penuh sesak, berimpitan, bahkan tak jarang bersenggolan menjadi kenikmatan tersendiri bagi jemaah haji. Bahkan, ketika jari-jari kaki terinjak jemaah lain juga tidak ada amarah karena semua pasrah kepada Sang Pencipta alam semesta.

Lautan manusia bergerak dalam arah sama. Tujuh keliling setiap jemaah harus melangkah mengitari bangunan yang dibalut kain kiswah bersulam benang emas tersebut. Seolah-olah kita juga melangkahkan kaki melintasi tempat-tempat bersejarah, seperti Hajar Aswad, Maqam Ibrahim, Hijir Ismail, dan sudut rukun Yamani.

Sesekali berjalan saat tawaf terbersit keinginan kuat untuk mencium batu hitam (Hajar Aswad). Akan tetapi tidak perlu dipaksakan. Nabi Muhammad pun mengisyaratkan mencium Hajar Aswad dengan cara melambaikan tangan.

Tawaf melambangkan sebuah proses perjuangan untuk mencapai tujuan. Ke mana pun dan kapan pun kita pergi, tetap terikat dengan sumbu tauhid (laa ilaah illallah) yang dilambangkan dengan Kabah. Tempat itu lah yang menjadi semacam titik pusat gravitasi kesadaran spiritual umat yang bertauhid.

Hendaknya untuk mencapai cita-cita tetap terikat dengan semangat tauhid. Semakin dekat kepada Baitullah, semakin dekat pula jarak tawaf yang harus ditempuh jemaah haji. Perjuangan pun makin berat. Sebaliknya bila tawaf mengambil jarak lebih jauh apalagi di lantai dua dan tiga, maka semakin luas dan panjang jarak yang harus ditempuh.

Tawaf pun dianjurkan untuk tetap dilaksanakan di luar rangkaian haji. Bahkan, tidak ada salat sunah menghormati masjid (tahiyyatul-masjid) di Masjidilharam karena diganti dengan tawaf. Lebih dari itu, tawaf merupakan ibadah yang tidak bisa dilakukan di masjid-masjid lain.

Selepas tawaf, jemaah haji bergeser menuju ke tempat sai (masna). Lari-lari kecil untuk mengejar dua bukit, Safa dan Marwah. Tak lupa kita menghadapkan wajah ke Kabah lalu berdoa dan bertakbir.

Jemaah haji harus mencontoh perjuangan Siti Hajar yang harus berlari-lari antara dua bukit untuk mencari air kehidupan. Dengan perjuangan keras disertai doa yang kuat, akhirnya Allah mengabulkan dengan membukakan mata air yang terkenal yakni zamzam.

Ketika perjuangan dalam ibadah haji hampir usai, kita pun melakukan tawaf wada. Sebuah tawaf yang wajib dilakukan untuk jemaah haji maupun umrah yang akan meninggalkan Kota Mekah.

Ketika putaran ketujuh atau putaran akhir seraya berbisik lirih kita ucapkan, "Ya Allah, bawa daku kembali mengunjungi rumah-Mu ini."***

[Ditulis Oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, dosen ITB, Ketua Yayasan Unisba, dan Pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Legi) 4 November 2010 pada Kolom "CIKARACAK"]
Pada akhirnya, siapa pun ingin bahagia dalam hidup, setidaknya di dunia. Tentu saja, mereka yang meyakini kehidupan sesudah hidup di dunia mengharapkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sesuai dengan doa, "Rabbana aatinaa fiddunya hasanah wafil aakhirati hasanah wakinaa adzaabannaar."

Namun pada kenyataannya, tidak semua orang bertemu dengan kebahagiaan. Pada dasarnya, mereka yang menilai kebahagiaan dengan materi hanyalah orang-orang yang tertipu, karena segala sesuatu yang ada di dunia ini hanya memiliki harga sesuai dengan kemampuan manusia untuk menghargainya. Manusia juga punya kecenderungan untuk rindu pada sesuatu yang belum ada padanya, sebab segala isi dunia ini indahnya sebelum ada di tangan.

Contohnya Rockefeller, miliuner Amerika yang sepanjang hidupnya mengejar kekayaan. Namun setelah menjadi miliuner, semuanya itu tak lagi berarti. Pada usianya yang sudah 97 tahun, dia hanya ingin agar dicukupkan hidupnya menjadi seratus tahun.

Ternyata harta yang banyak itu tak mampu sekadar untuk membeli kekurangan yang tiga tahun, karena pada tahun itu juga ia wafat. Sesuatu yang belum kita miliki sering disangka menjanjikan kebahagiaan. Namun manusia kerap kali tidak mampu menghargai apa pun yang sudah dimilikinya.

Demikian pula Raja Midas yang bertapa dan memohon kepada dewa agar setiap yang disentuhnya berubah menjadi emas. Dia ingin menjadi yang paling kaya. Permohonannya diperkenankan para dewa. Pulanglah Raja Midas ke istana. Kemudian disentuhnya pagar istana, lalu pagar pun berubah menjadi emas. Disentuhnya pilar istana dan pilar pun menjadi emas. Karena rindu kepada istrinya, dia pun segera menemui isterinya dan ketika dia memeluk isterinya karena rindu, ternyata istrinya pun berubah menjadi patung emas. Raja Midas meraung-raung menyesali diri.

Salah satu gerbang untuk meraih kebahagiaan adalah jika kita mampu meraih hidup yang bermakna. Hidup yang bermakna positif akan membuat manusia bahagia meskipun harus menjalani realitas kehidupan yang berliku. Manusia hidup tidak berdasarkan pada realitas objektif. Namun manusia hidup didasarkan pada penafsiran atas realitas. Misalnya, seorang pebisnis memasang tulisan di dinding kantornya, "Aku pernah bersedih karena kehilangan sepatu, sampai aku bertemu orang yang kehilangan kedua kakinya!"

Pengusaha itu bangkrut dan harus menutup usahanya, lalu dia memutuskan pulang kampung. Saat dia menyeberang jalan di kampungnya, seseorang dengan kursi roda menyapanya dengan sangat akrab dan ekspresif. Saat itu, dia menyadari hidupnya masih bisa bangkit karena dia masih punya dua kaki, dua tangan, dan tubuh yang utuh.

Ada gejala missing style syndrome sehingga setitik derita menjadi seolah raksasa karena perhatian hanya tertuju padanya. Manusia mengabaikan setitik itu yang sesungguhnya berada di tengah belantara bahagia.

Lalu, bagaimana hubungan haji dan kebahagiaan hakiki? Ujian haji kadang tampak sepele, mengutip tausiah Hj. Fatimah Avalpo (Ibu Empet, mubaligah senior di Bandung). Pada dasarnya, haji itu bisa sengsara bisa bahagia, antara lain sangat bergantung pada bagian tubuh yang 5 cm, yaitu bibir kita. Jika bibir banyak digunakan untuk ngomel dan ngedumel, maka kita akan sengsara karena kesulitan yang ditambah omelan akan membuat kesulitan itu makin terasa sulit. Apalagi ketika membandingkan kesulitan kita dengan kesenangan orang lain.

Sebaliknya jika bibir ini digunakan untuk berzikir dan memuji Allah, maka akan lahir ketenangan dan ketenteraman dalam hati kita. Jika hati sudah bersih dan tenteram, maka dunia pun akan berubah. Kesulitan akan dirasa sebagai ujian ketaatan dan kesenangan akan dirasa sebagai sebuah anugerah Allah, yang takkan mampu diraih tanpa pertolongan Allah. Dengan hati yang selalu ingat kepada Allah, ditambah dengan pengetahuan yang cukup tentang manasik dan sejarah serta hikmah haji, maka setiap episode haji akan menjadi jalan kebahagiaan. Tawaf akan sangat membahagiakan, menggoreskan kenangan indah tak terlukiskan, ketika kaki menapak perlahan di tengah hiruk-pikuk sesama hamba yang sama-sama mengejar cinta Ilahi. Apalagi yang berkesempatan mencium Hajar Aswad dan berdoa tepat di multazam. Subhanallah !

Sai akan sangat impresif dan berkesan mendalam apalagi bagi kaum ibu, karena sai napak tilas perjalanan Siti Hajar. Seorang wanita tangguh, istri salehah yang sangat taat pada suami, dan ibu yang sangat penyayang pada anaknya, segera melupakan rasa lelah, sambil tiada berputus asa mengejar rahmat dan karunia Allah.

Buah perjuangan Siti Hajar sangatlah menakjubkan, berupa zamzam yang menjadi sumber pelepas dahaga dan pelepas kerinduan ke tanah suci. Zamzam menjadi oleh-oleh paling dirindukan keluarga dan kerabat. Bahkan meminumnya pun kita berdoa dengan doa yang khusus. "Ya Allah, karuniakan kami ilmu yang bermanfaat, rezeki yang luas, amal yang diterima, kesembuhan dari segala penyakit, dan terhindar dari kepedihan dengan rahmat-Mu wahai yang Mahapengasih di antara yang Pengasih."

Sepulang haji, jemaah mesti bertanya apakah haji saya mabrur ? Ketika Rasulullah SAW. ditanya mengenai tanda-tanda haji mabrur, Rasul yang mulia itu menjawab, "Haji mabrur itu gemar memberi makan orang miskin dan bersikap santun kepada sesama."

Sebelum kita pulang ke tanah air, sesaat ketika kita akan meninggalkan Tanah Suci, Mekah atau Madinah, maka berbesar hatilah wahai saudaraku jemaah haji. Karena Allah sesungguhnya telah mengundang dan memperkenankan kita untuk hadir di rumah-Nya. Kita berbesar hati dan berbaik sangka bahwa kita telah diterima di rumah Allah dan Allah sebagai tuan rumah pastilah memilih siapa yang diperkenankan masuk dan berasyik masyuk di rumah-Nya.

Labbaik Allahumma Labbaik. Labbaika laa syarikalaka Labbaik. Innal Hamda wanni`mata laka wal mulka laa syarikalaka.***

[Ditulis oleh H. BUDI PRAIYITNO, pembimbing Haji Plus dan Umrah Khalifah Tour. Disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Wage) 2 November 2010 pada Kolom "UMRAH&HAJI"]
"Baitullah ini adalah salah satu pilarnya agama Islam. Barangsiapa yang berniat menuju ke Baitullah, baik para haji ataupun yang berumrah, maka mereka dijamin oleh Allah SWT. apabila meninggal dunia dalam perjalanan, maka mereka akan ditempatkan di surga dan mereka yang pulang dengan selamat ke negerinya akan membawa pahala serta harta benda (Ghanimah)." (HR. Ibnu Juraih)

Tanpa terasa musim haji akan tiba dan tentunya para calon haji sudah siap mental, spiritual, dan material guna mengamalkan rukun Islam yang hanya diwajibkan sekali saja. Dalam suatu hadits, Rasulullaah SAW bersabda, yang intinya mengingatkan jika kita berada di Masjidil Haram supaya memperbanyak memandang Baitullah. Karena, Allah SWT. memberi rahmat sebanyak 120 rahmat, 60 rahmat bagi orang yang tawaf, 40 rahmat bagi orang yang shalat dan 20 rahmat bagi yang memandang Kabah.

Dalam hadits lain dianjurkan supaya memohon ampun kepada Allah SWT. di Multazam, dengan menyatakan satu per-satu dosa yang pernah dilakukan. Sedangkan dosa-dosa yang kita lupa, supaya mohon kepada Allah SWT. agar diampuni juga.

Dalam doa tawaf, ada 4 (empat) baris yang tertulis yaitu, "Ya Allah Ya Tuhanku, karena imanku kepada-Mu dan membenarkan kitab Al-Quran firman-firman-Mu dan dengan setia memenuhi janji kepada-Mu, serta mengikuti sunah Nabi-Mu...," yang di antara baris-baris itu ada yang sudah sering dipahami masyarakat. Akan tetapi, pada baris lainnya yaitu kalimat "dengan setia memenuhi janji kepada Allah," ini memerlukan penjelasan tentang bagaimana janji itu dan bagaimana diucapkannya.

Ketika Umar Ibnu Khatab RA. menunaikan ibadah haji, beliau minta dipandu oleh Imam Ali bin Abi Talib RA., karena Ali memiliki ilmu-ilmu agama yang lebih luas dibanding Umar. Tatkala selesai tawaf 7 putaran di depan Hajar Aswad, Umar berkata, "Kamu hanyalah batu, tidak akan mendatangkan manfaat dan mudarat, jika aku tidak melihat Rasulullah menciummu, aku tidak sudi menciummu," kata Umar. Ali yang ada di sebelah Umar berucap, "bukan begitu Umar, batu ini akan menjadi saksi bahwa kamu telah memenuhi janjimu kepada Allah yang kamu ucapkan sebelum kamu lahir di bumi", lalu Ali menafsirkan ayat 172-173 dalam surat Al-A'raf, ketika Allah SWT. menciptakan Adam dan Hawa dan semua anak-cucu Adam dan Hawa yang akan lahir di planet bumi ini, mereka telah berjanji bahwa jika mereka lahir di bumi tidak akan mengabdi dan tidak akan mempertuhankan selain Allah SWT. Dengan ucapan Balaa alastu birabbikum ?, "bukankah Aku ini Tuhanmu ?", tanya Allah, lalu mereka menjawab, Balaa, "betul, Engkau adalah Tuhanku." Janji setia itu semua tertulis di dalam Hajar Aswad, Orang yang datang beribadah haji atau umrah dengan mencium Hajar Aswad atau memberi salam, mereka itulah yang setia memenuhi janji mereka yang diucapkan ketika masih berada di alam "Dhar" (bentuk terkecil calon manusia) dan ada juga yang menafsirkan sebagai alam arwah,

Baitullah Alharam Mekah ini namanya juga Bakkah, sebagaimana dapat dilihat dalam Surah Ali-Imran ayat 96-97 yang menginformasikan perihal di tempat tawaf itu berdesakan pria dan wanita. Oleh sebab itu, dalam tawaf laki-laki dan perempuan bersama-sama, bahkan hanya di Masjidil Haram ini saja diperbolehkan laki-laki dan perempuan salat berdampingan, di masjid lain tidak diizinkan.

Dalam hadis lain, Rasululah SAW. bersabda, "apabila kamu masuk masjid, jangan duduk dulu, lakukan shalat dua rakaat yang berarti shalat tahiyatul masjid." Akan tetapi, di Masjidil Haram ini, shalat tahiyatul masjid bukan dua rakaat, tapi tawaf tujuh putaran yaitu Tawaf Ghudum, yang bermakna tawaf datang di Mekah. Bacaan niatnya adalah "Allahumma inni uridu tawafsab'ah aswatin tawafil ghudum lillahi taala, allahu akbar." Tawaf Qudum ini tanpa Sai. Setelah itu, baru melakukan tawaf umrah dan sai umrah.

Rasulullah SAW. juga berpesan, "Tufu bi ahli makkah wa zuru bi ahli madinah", artinya, "tawaflah dengan panduan orang Mekah dan berziarahlah dengan panduan orang Madinah."

Karenanya, jika akan melakukan umrah lebih dari satu kali, supaya keluar dari Mekah dengan memakai pakaian ihram lalu masuk lagi ke Mekah. Jika sulit membaca doa-doa tawaf yang ada di buku panduan Anda, cukuplah membaca doa-doa tasbih seperti berikut ini :
  1. Lailaha illallah Wahdahu la Syarika lahu, Lahul Mulku wa Lahul Hamdu Yuhyi wa Yumitu wa Huwa Hayyun la Yamut Biyadihil Khairu wa Huwa Ala Kuli Syai in Qodir.
    Tasbih para malaikat apabila turun ke bumi dan tawaf. Artinya, "Tiada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, seluruh wujud adalah milik-Nya, segala puji hanya untuk-Nya yang maha menghidupkan dan maha mematikan, pada kekuasaan-Nya segala kebajikan dan Dia maha mampu dalam segala hal."
  2. Subhanallah wal Hamdulillah wa La Ilaha Illallah Wallahu Akbar. Tasbih
    Nabi Adam AS.
    Artinya, "Maha suci Allah, segala puji untuk-Nya, tiada Tuhan melaikan Allah, dan Allah Maha besar, Allah yang maha tinggi dan maha agung."
  3. Rabbana Atina Fiddunya Hasanatan wa Fil Akhirati Hasanatan Waqina Azaabannaar wa Ad-Hilnal Jannata Ma'al Abror ya Azizu ya Ghafar ya RabbalAlamin. (
    Nabi Ibfahim AS.
    ) Artinya,"Ya Allah ya Tuhanku, berilah kebaikan-kebaikan kehidupan dunia dan akhirat dan hindarkanlah kami dari adzab siksa dan masukanlah kami ke dalam surga-Mu bersama dengan mereka yang berbakti kepada-Mu. Ya, Tuhan yang maha perkasa dan maha pengampun, ya Tuhan penguasa seluruh alam."
  4. Wa Sallallahu Ala Sayidina Muhammadin wa Alihi Wasalim Wal Hamdulillahi Rabbil Aalamiin.
    Artinya, "Dan shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW. serta kepada keluarganya dan sahabat-sahabatnya dan segala puji bagi Allah penguasa seluruh alam."
Semua doa tersebut, hendaknya dibaca dan ditambah serta diakhiri dengan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Bacalah sebanyak mungkin pujian dan doa-doa tersebut selama Anda berada di tanah suci.

[Ditulis oleh HABIB HASYIM serta disalin dari Tabloid "LABBAIK" Edisi 13/Th.I/Oktober 2010/Syawal 1431 H. pada rubrik "PEMBINAAN HAJI"]
Ramadhan dan Syawal telah berlalu. Kini kita berada di bulan Zulkaidah dan sebentar lagi Zulhijah 1431 H akan segera tiba. Sebagaimana bulan Ramadan, Zulhijah adalah bulan yang dinanti kedatangannya oleh kaum Muslimin dan oleh para jemaah haji di seluruh dunia, bahkan oleh para pedagang hewan kurban.

Sebagai Muslim, sudah sepantasnya menyambut kedatangan Zulhijah dengan penuh kebahagiaan dan rasa syukur sebagaimana ketika kita menyambut Ramadan, karena Zulhijah tidak kalah istimewanya dengan Ramadhan. Dari Abi Bakrah RA. , Nabi SAW. bersabda, "Dua bulan yang tidak memiliki kekurangan, adalah bulan id Ramadan dan Zulhijah." (HR. Mutafaqun Alaih)

Zulhijah mengandung arti yang menunaikan haji. Sebab pada bulan ini, umat Islam sejak Nabi Adam AS. sampai dengan umat Nabi Muhammad SAW. menunaikan haji.

Zulhijah merupakan bulan yang istimewa karena merupakan satu dari empat bulan yang Allah SWT. tetapkan sebagai bulan haram (Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab). Allah SWT. berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (QS. At-Taubah : 36)

Keistimewaan lainnya adalah sepuluh hari pertama di bulan Zulhijah. Saat itu merupakan hari-hari besar di sisi Allah SWT. Allah SWT. berfirman,
وَالْفَجْرِ
وَلَيَالٍ عَشْرٍ

"Demi fajar dan malam yang sepuluh." (QS. Al-Fajr : 1-2)

Ibnu Katsir berkata, "Yang dimaksud adalah sepuluh hari (pertama) Zulhijah." Dari Ibnu Abbas RA. Beliau berkata, Rasulullah SAW. bersabda, "Tidak ada amal perbuatan yang lebih utama dari (amal yang dilakukan pada) sepuluh hari Zulhijah." Mereka berkata, "Tidak juga jihad (lebih utama dari itu) ?" Beliau bersabda, "Tidak juga jihad, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya dan kembali tanpa membawa sesuatu pun." (HR. Bukhari)

Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya, Fathul Bari, "Tampaknya sebab mengapa sepuluh hari Zulhijah diistimewakan adalah karena pada hari tersebut merupakan waktu berkumpulnya ibadah-ibadah utama, yaitu salat, saum, sedekah, dan haji, dan tidak ada selain waktu seperti itu."

Para ulama menyatakan, sepuluh hari Zulhijah adalah hari-hari yang paling utama, sedangkan malam-malam terakhir Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama. Begitu pun amal kebaikan yang dikerjakan pada bulan Zulhijah akan mendapatkan balasan yang istimewa. Di antara amal saleh itu antara lain sebagai berikut.
  1. Melakukan berbagai amal kebaikan, terutama pada sepuluh hari pertama. Rasulullah SAW. bersabda, "Tidak ada hari-hari yang lebih besar di sisi Allah dan tidak ada amal perbuatan yang lebih dicintai selain pada sepuluh hari itu, maka perbanyaklah pada hari tersebut tahlil, takbir, dan tahmid." (HR. Thabrani)
  2. Melaksanakan haji dan umrah bagi yang mampu. Rasulullah SAW. bersabda. "Umrah ke umrah lainnya adalah penghapus dosa-dosa di antara keduanya dan haji yang mabrur tidak mempunyai balasan kecuali surga." (HR. Bukhari)
  3. Puasa hari Arafah bagi selain orang yang berhaji, yaitu pada 9 Zulhijah. Rasulullah SAW. bersabda, "Puasa hari Arafah itu menghapus dosa-dosa dua tahun, setahun yang silam dan setahun yang akan datang. Dan puasa hari Asyura’ itu menghapus dosa setahun sebelumnya." (HR. Muslim)
  4. Shalat Iduladha dan mendengarkan khotbahnya serta berkurban. Allah SWT. berfirman,
    فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
    "Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah." (QS. Al-Kautsar [108] : 2) Ibnu Qayyim berkata, "Sebaik-baiknya hari di sisi Allah adalah hari Nahr (Hari Raya Kurban). Dia adalah hari haji akbar." Sebagaimana terdapat dalam sunah Abu Daud, Rasulullah SAW. bersabda, "Sesungguhnya hari-hari yang mulia di sisi Allah adalah hari Nahr, kemudian hari Qar."
Mengingat begitu istimewanya Zulhijah dan apa yang terdapat di dalamnya, sudah sepantasnya kaum Muslim menyambut kedatangan Zulhijah dengan cara-cara berikut :
  1. Menyambut penuh kebahagiaan dan rasa syukur karena akan tibanya bulan yang istimewa, bulan yang bertaburkan pahala dan kebaikan.
  2. Mempersiapkan keuangan agar dapat melaksanakan ibadah kurban.
  3. Menghayati dan memperdalam Alquran dan sunah yang bekaitan dengan berbagai amal di bulan Zulhijah, karena amal ibadah akan diterima bila sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
  4. Memperbanyak takarub dan doa agar diberikan kemampuan menjalankan berbagai amal, khususnya amal yang diperintahkan pada bulan Zulhijah.
Akhirnya marilah kita renungi sabda Rasulullah SAW. "Bersegeralah kamu sekalian untuk beramal sebelum datang tujuh hal; tidaklah kamu menantikan kecuali kemiskinan yang menimbulkan kelalaian, kekayaan yang dapat menimbulkan kesombongan, sakit yang merusak, ketuarentaan yang melemahkan akal, kematian yang membunuh dengan cepat, atau menunggu datangnya dajal padahal ia adalah sejelek-jelek yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiamat padahal kiamat itu lebih berat dan lebih pahit (pedih)." (HR. Tirmidzi)

Wallahualam.***

[Ditulis oleh H. MOCH. HISYAM, Ketua DKM Al-Hikmah Sarijadi, anggota Komisi Pendidikan dan Dakwah MUI Kelurahan Sarijadi, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 29 Oktober 2010 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]